Harian Sederhana, Kampung Pilar – Menganggap ada pelanggaran HAM, ratusan warga Kampung Pilar yang tergabung dalam Forum Warga Pilar Tertindas (FOWAPTI) menggeruduk kantor Komnas HAM meminta perlindungan atas persengketaan lahan yang melibatkan warga Kampung Pilar.
FOWAPTI mengaggap putusan Pengadilan Negeri Bekasi merenggut hak asasi mereka sebagai manusia. Menurut mereka dalam melakukan eksekusi haruslah memberikan sosialisasi atau memberi tahukan kepada masyarakat yang terkena penggusuran
“Putusan Nomor: 234/Pdt.G/2011/PN.Bks sarat akan pelanggaran hak asasi. Harusnya, sebelum mengeluarkan putusan, pengadilan melihat dulu secara faktual di lapangan bagaimana. Tidak semena-mena,” ujar Maskuri, Ketua FOWAPTI saat ditemui di gedung Komnas HAM, Kamis (29/08).
Dikatakan Maskuri, hari ini warga Pilar mendatangi Komnas HAM guna meminta perlindungan. “Makanya kami datang ke Komnas HAM untuk meminta perlindungan atas apa yg kami alami,” lanjutnya.
Pukul 10.55 WIB perwakilan FOWAPTI diterima sekretariat KOMNAS HAM, sedangkan masa aksi melakukan istighosah di depan gerbang Komnas HAM.
Sebelumnya, ratusan warga Kampung Pilar, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi ini menggelar unjuk rasa di depan kantor Pengadilan Negeri Cikarang, Selasa (20/08/2019).
Dalam aksinya, warga yang didominasi ibu-ibu ini membentangkan spandung berwarna putih dengan tulisan “Tolak Eksekusi dan Stop Penindasan Terhadap Rakyat”.
Mereka juga mendesak Kepala Pengadilan Negeri Cikarang segera membatalkan rencana eksekusi tanah yang sudah mereka tempati bertahun-tahun. Pasalnya, berdasarkan keputusan Kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) dengan putusan No. 1570 K.Pdt/2007, hasilnya dimenangkan warga.
“Di mana letak keadilannya, masa pengadilan negeri tidak tunduk dan patuh terhadap keputusan yang lebih tinggi dari MA,” kata Maskuri, juru bicara warga Kampung Pilar.
Menurutnya, kasus tanah yang mereka perjuangkan sudah berjalan sejak awal 2000-an, namun tiba-tiba Pengadilan Negeri Cikarang mengeluarkan surat edaran rapat koordinasi untuk melaksanakan eksekusi.
“Yang kami pertanyakan, kenapa ada perkara yang berbeda dengan objek hukum yang sama, harusnya pengadilan bisa membaca sejarah kasus tanah di kampung kami, kami sudah dimenangkan putusan Kasasi MA,” jelasnya.
Maskuri menjelaskan, saat ini warga Kampung Pilar yang tersebar di dua RT yaitu RT 01 dan RT 02 berjumlah sekitar 300 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sekitar 3.000 jiwa. Oleh karena itu, dirinya bersawama warga berjanji akan terus mempertahankan hak atas tanahnya.
“Selangkahpun kami tidak akan pernah mundur dari tanah yang kami tempati, kami tidak melawan hukum, kami taat hukum oleh karena itu negara harus berpihak kepada rakyat,” tegasnya. (EWD/ASEP)









