Harian Sederhana, Depok – Iskandar yang kini sudah berusia 56 tahun merasa bersyukur. Meski awalnya profesi sebagai tenaga pendidik sempat melakukan protes, namun merasa bahagia bersama keluarganya lantaran duka sebagai guru sudah dilalui.
Perjalanan tenaga pendidik sejak 1984-2019 atau 35 tahun mengabdi tidak terasa lantaran dirinya begitu menikmatinya.
“Alhamdulillah saya sangat bersyukur kepada Allah SWT, keluarga, terutama ayah saya dan kawan-kawan saya di kampus dulu yang mensuport, karena dari kawan-kawan tersebut tidak hanya memberikan semangat tapi juga sempat memberikan bantuan saat pertama kuliah,” ujarnya.
Baca juga: (Kisah Perjalanan Guru SMP di Tahun 1984, Gaji Kecil, Sempat Protes, Tapi Terus Mengajar)
Sekarang ini, dirinya menikmati pekerjaannya. Bahkan memotivasi para guru, agar menggali potensi supaya bisa melakukan terobosan dengan memberikan pembelajaran yang tidak hanya ilmu pengetahun umum, namun juga menjadikan siswa memiliki karakter.
Karena dalam kurikulum sekarang ini, diakuinya, tidak hanya menitikberatkan pada pelajaran, namun juga pengembangan potensi dan karakter sehingga siswa memiliki akhlakul karimah dan keahliaan yang akan membantu dirinya kelak.
“Bagi guru yang tidak kreasi, inovasi akan rugi, karena nantinya akan ketinggalan dengan rekan-rekan seprofesi yang lebih melek terhadap arus modern,” tuturnya.
Tidak hanya itu, kepada siswa pun demikian, mereka harus belajar sungguh-sungguh sehingga bisa lulus dengan nilai memuaskan, serta memiliki akhlak mulia sesuai yang diajarkan disekolah.
“Di SMPN 18 Depok ada siswa yang dinilai memiliki kelakuan mines, ketika didatangi ke rumahnya ternyata tinggal bersama saudaranya karena orang tuanya telah bercerai. Ini sebuah persoalan yang harus bisa diselesaikan,” ujarnya.
Mendapati persoalan ini, lanjut dia, pihak sekolah tidak tinggal diam, tetapi siswa tersebut diberikan pemahaman, serta rasa kasih sayang sehingga kelakuannya menjadi lebih baik.
Hal ini tentunya berimbas tidak kepada dirinya, termasuk rekan-rekan siswa lainnya. Mereka termotivasi untuk belajar dan mematuhi tata tertib yang berlaku sehingga bisa lulus dengan nilai terbaik dan memiliki budi pekerti yang baik pula.
Tetapi untuk menciptakan siswa yang demikian (kelakuan buruk) tidak ditinggal, tetapi diberikan bimbingan agar mereka kembali ke jalan yang baik. Untuk memperkuat nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan siswa, pihak sekolah juga telah membuat program Studi Wisata Islam Terpadu (Switer) yang sekarang ini sudah berjalan tiga tahun.
Pelaksanaan Switer dilakukan pada libur semester ganjil. Selama seminggu siswa belajar di Pondok Pesantren di kawasan Al Muhlisin, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Mereka dididik agama, akhlakul karimah, masak, mencuci dilakukan secara mandiri.
Program ini untuk menambah ilmu agama dan mencetak siswa berakhlakul karimah sehingga saat lulus akan selalu membekas dihati sanubari.
“Alhamdulillah melalui program Switer ini ada siswa yang pada akhirnya kerasan menjadi santri dan mengundurkan diri dari SMPN 18 Depok karena ingin fokus belajar agama,” ujarnya.
Pihak sekolah, lanjut dia, tidak melarang terhadap siswa tersebut. Bahkan mendukung agar anak tersebut bisa meraih cita-citanya. (*)









