Harian Sederhana, Depok – Rektor Universitas Indonesia, Muhammad Anis memberikan tanggapan positif terkait ungkapan Menteri Komunikasi dan Informatika bahwa hingga tahun 2030 mendatang Indonesia membutuhkan kurang lebih sembilan juta Sumber Daya Manusia (SDM) digital talent.
Dirinya menilai, pernyataan tersebut bukanlah sebuah tantangan namun peluang yang seharusnya dipergunakan secara maksimal bagi generasi muda terutama dalam menghadapi era teknologi industri 4.0.
“Ini menjadi sebuah peluang, untuk generasi penerus agar mengembangkan talenta (kemampuan) mereka,” tutur Anis saat ditemui di Gedung UI Depok, Selasa (10/09).
Namun, kesempatan tersebut bisa dicapai apabila mereka mulai menyusun strategi dengan memantapkan diri memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan menunjang kemampuan.
“Melalui pendidikan keterkinian yang didukung oleh tekhnologi. Dipastikan, mereka menjadi pionir untuk membantu mengembangkan bangsa,” bebernya.
Sementara itu, untuk menghadapi ancaman siber Universitas Indonesia memfasilitasi setiap mahasiswanya dengan kurikulum yang fleksibel. Artinya, mereka bisa menekuni satu bidang studi sambil mendalami minatnya.
“Jadi mereka bisa mendesain apa yang menjadi passion selain majornya (bidang studi utama). Misal dia Teknik elektro majornya, tapi dia bisa memodifikasi pilihannya ke arah pilihan yang keterkinian melalui program e-learning yang terbuka,” tegasnya.
“Jadi open course terbuka mereka bisa ikuti karena kan sekarang sudah global citizen jadi bisa ambil di MIT, Oxford yang memang free dan terbuka. Kalau tidak salah ada kurang lebih 10 ribu dibuka sekarang,” pungkasnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara ingin meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Dari studi World Bank dia menjelaskan setidaknya Indonesia mesti memiliki tambahan 9 juta SDM dengan keahlian digital.
“Studinya World Bank, kita butuh tambahan 9 juta skill atau pekerja dengan keahlian di tahun 2015-2030. Lalu dari mana kita dapatnya. Berdasarkan itu, dibutuhkan klasifikasi digital talent dari basic digital skill, intermediate digital skill dan advance digital skill. Gimana caranya, Kominfo kan enggak ngerti,” bebernya.
Untuk itu dia ingin agar perguruan tinggi di Indonesia mulai untuk menerapkan kurikulum seperti yang digunakan oleh akademi perusahaan teknologi besar di dunia.
“Seperti yang digunakan oleh akademi Semua global tech company seperti Google, Microsoft, mereka punya akademi-akademi yang bagus di negaranya. Setiap akademi yang bagus itu ditunjang dengan silabus dan mata pelajaran yang bagus-bagus,” jelasnya. (Octa/Wahyu Saputra)









