Harian Sederhana, Bekasi – Maraknya perselisihan masalah tanah acapkali menyengsarakan masyarakat kecil. Warga yang merasakan hal atas lahan dikuasai pihak lain pasti menuntut haknya.
Edwin Indardi SH, selaku Ketua Umum Rumah Perjuangan Rakyat (RPR) memperjuangkan hak tanah seluas 935 meter persegi.
“Kronologi awalnya pemilik tanah H. Didih Damhudi merasa dikuasai orang lain Edi Parno,” kata Edwin saat ditemui, Kamis (24/10).
Disambangi pula kantor Irene Kusumawardhani Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) yang diduga terlibat dalam proses jual beli.
Edwin mengatakan peran notaris Irene. “Peralihan dari Muhammad Lalan Sutedi ke Edi Parno pada tanggal 29 Mei 2019 dengan nomor jual beli 372/2019 akan terus diperjuangkan terutama dugaan keterlibatan notaris notaris nakal,” terang Edwin semangat.
Proses administrasi notaris lanjut Edwin tidak sesuai prosedur. “Pembohongan publik dilakukan notaris Irene di dokumen peenyataan Akta Jual Beli tanggal 29 Mei 2019 hanya kamuflase karena alamat Kramatjati bukan Jakarta tapi lokasi kota Bandung,” protes Edwin.
Sumber dokumen PPAT Notaris Irene yang berkantor di Pondok Mitra Lestari Blok A9 Bekasi Selatan belum bisa dihubungi.
Bahkan Edwin menemukan banyak kejanggalan. “Selama ini H Didih Damhudi merasa tak pernah melepas hak tanah. Jadi siapa yang bermain dengan lahan termasuk keterlibatan pihak ketiga, sementara sudah tiga kali gagal menemui Notaris Irene selaku PPAT,” tandas Edwin sambil mengancam mengerahkan ratusan personel anggota DPR jika Notaris Irene menghindar menemuinya.
Peralihan tanah milik H Didih pada pihak ketiga merupakan kejanggalan yang dilakukan Edi Parno. “Diduga notaris Irene terlibat melicinkan proses tersebut, sehingga perlu konfirmasi Notaris Irene selaku PPAT sebagai respon atas aduan dari masyarakat,” tandas Edwin.
Selanjutnya Ketua RPR tersebut meminta waktu 2 x 24 jam untuk bertemu Notaris Irene Kusumawardhani.
Intinya bahwa Hak Kepemilikan tanah seluas 935 meter persegi atas nama H Didih Damhudi bisa kembali pada pemilik sesungguhnya. Banyaknya tangan ikut campur hingga muncul nama Sutedi, Warsono, Edi Parno rupanya tidak menjadi gentar pejuang hak rakyat itu.(*)









