Harian Sederhana, Bogor – Sabrina Yudhastinasnyah yang merupakan istri mantan Wali Kota Bogor Diani Budiarto menjadi saksi dalam persidangan kasus bisnis tiketing yang merugikan korban miliaran rupiah dengan terdakwa Riska Mawarsari di Pengadilan Negeri (PN) Bogor, Selasa (10/3).
Usai sidang Sabrina mengatakan, pertanyaan yang diajukan kepada dirinya seputar kerugian. Tapi kata dia bahwa kerugian yang dialaminya tidak sebesar korban lain yakni Roosman koeshendarto yang mencapai Rp9,7 miliar.
“Kalau dengan saya tidak sebesar Pak Yosi ya, sampai miliaran, kalo saya di sini hanya sekedar saksi belum ada niatan untuk melapor,” kata perempuan berhijab itu.
Dia mwngaku belum menghitung secara global. Tetapi dalam waktu awal kerugian modal plus margin yang harus diterima diangka Rp1,2 miliar. Saya akan mencoba hitung lagi, karena takut salah. Tapi kalo di modal sih sekitar diangka Rp300 atau Rp400 juta,” ungkapnya.
Diakui dia, sebelum dirinya gabung atas bujuk rayu pelaku, sudah banyak investor yang ikut. “Kalo saya perusahaannya Elnusa. Karena saya tahu dia itu sering kirim share lok rapat di Elnusa,” tambahnya.
Saat disinggung apakah dirinua akan melapor, dia mengaku masih berpikir dulu sambil merembukan dengan yang lain. “Karena para korban lain juga masih ngantri satu satu melapor,” tandasnya.
Sementara Kuasa Hukum Roosman, Khusnul Na’im mengatakan, dalam mengamati dari persidangan kali ini memang sedikit berbelit belit, menurutnya banyak pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang seharusnya untuk Ferry Kurniawan saksi terdakwa tetapi malah diajukan terhadap kliennya.
“Memang jelas data realnya, pertnyaan yang disampaikan JPU itu mengarah kepada Ferry, tapi faktanya yang disuruh menjawab klien saya dan itu yang saya kaget,” katanya.
Selain itu dia menyayangkan adanya indikasi perlakuan khsusus kepada terdakwa yang seharusnya usai sidang keluar lewat pintu depan, namun faktanya digiring melalui pintu belakang.
“Kita lihat faktanya tadi, petugas memberikan perlakuan khusus kepada terdakwa. Jadi wajar kalau para korban yang ada di persidangan ini membuat asumsi atau menyimpulkan ada perlakuan khusus,” tegasnya.
Masih kata dia, kalu dibuka CCTV jelas terlihat siapa yang mengamankan dan siapa yang mengarahkan. “Seharusnya tidak boleh, seluruh terdakwa seluruh tersangka yang ada di persidangan ikuti SOP, ikuti protap pengadilan masuk dan keluar harus lewat mana. Cuma yang jelas tadi hakim sudah ketok palu itu adalah luar kewenangan dari pengadilan atau hakim,” jelasnya.
Disinggung soal tuntutan pengembalian aset oleh terdakwa kepada para korban. Khusnul menerangkan, bahwa hal itu mungkin mengarah kepada pelaporan selanjutnya tentang tindak pidana pencucian uang yang akan ditangani di Polda Jabar.
“Skarang sedang proses, dan dalam waktu dekat ini akan ada laporan yang langsung sekaligus laporan tindak pidana pecucian uang. Tetapi dalam persidangan ini semoga dalam putusannya hakim memberikan pertimbangan ke tindak pidana pencucian uang, walaupun dalam laporannya pasal 378 tentang penipuan,” tandasnya.
Menyikapi persidangan sebelumnya dalam membacakan eksepsi terdakwa yang tidak mempunyai Penasehat Hukum (PH). Menurut pengamatannya terdakwa diduga memiliki orang hebat yang coba memberikan backupan dalam bentuk eksepsi.
“Seorang terdakwa yang kemudian ditahan didalam lapas, yang memberikan eksepsi yang begitu bagus begitu hebat lalu bentuknya pun ketikan. Itu kita semua mengindikasi bahwa ini orang mendapat perlakuan yang khusus,” tandasnya. (*)









