Harian Sederhana – Di Indonesia awal tahun 2020 diberikan hadiah berupa banjir di beberapa daerah. Tidak terkecuali Depok, banjir cukup banyak di beberapa tempat dan juga menelan korban.
Tahun baru 2020 ada banjir, macet dan sampah merupakan pemandangan yang kita banyak lihat pemberitaan di TV, radio, online dan media sosial lainnya. Tak perlu saling menyalahkan karena terjadi musibah merupakan ulah kita semua. Allah berfirman
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Rum:41)
Banjir, macet dan sampah sesungguhnya memperlihatkan budaya kita sehari. Kebiasaan yang tidak baik dalam menjalankan kehidupan dimuka bumi ini. Kebiasaan membuang sampah sembarangan bahkan ke sungai menjadi pemandangan di kala banjir. Saluran air atau drainase tertutup oleh sampah. Aliran sungai meluap karena terganjal aliran air oleh sampah.
Selain sampah perlakuan kita terhadap sungai atau situ juga memperlihat budaya yang salah, baik warga, pabrik maupun kebijakan pemerintah terhadap kebijakan sungai dan situ. Pabrik membuang limbah cair ke sungai dan situ yang mengakibatkan air tercemar serta terjadi pengendapan lumpur hingga terjadi pendangkalan.
Kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kota/kabupaten tidak berpihak pada sungai dan situ. Bangunan membelakangi sungai dan situ, yang namanya belakang ada tempat membuang segalanya. Prinsip tak mau tau apa yang terjadi di belakang rumah atau bangun tidak akan terlihat dibanding di muka rumah atau bangunan.
Sudah saatnya ada undang-undang tentang bangunan harus menghadap sungai atau situ. Sudah saatnya penegakan hukum seberat-beratnya terhadap orang atau lembaga yang membuang limbah dan atau sampah ke sungai dan situ. Sama malu antara buang sampah atau limbah ke sungai serta situ disamakan dengan para koruptor.
Hal yang kalah penting adalah peta sistem drainase sebuah kota dan peta daerah banjir. Program tidak hanya responsif dari sebuah permasalahan banjir tetapi bagaimana bisa mengantisipasi terjadinya banjir. Dan jika banjir sudah ada hal yang terencana dalam mengatasinya. Prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati, merencanakan lebih baik dari mengerjakan setelah terjadi.
Membuat kebijakan bedol desa atau perencanaan kawasan banjir menjadi kawasan hijau juga menjadi solusi seperti di wilayah Cieunteung, Kabupaten Bandung.
Langkah penanganan untuk meminimalkan banjir di wilayah itu adalah membuat danau di wilayah Cieunteung untuk menampung air hujan. Gubernur Jabar waktu itu Kang Aher memproses pembebasan lahan untuk danau buatan. Sejak itu Cieunteung nyaris tak ada berita lagi tentang warganya yang kebanjiran karena sudah pindah.
Presiden Jokowi juga mengatakan banjir di Jakarta akibat penanganan di hulu belum selesai yaitu pembangunan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi dengan kemajuan pembebasan tanah di atas 90 persen dan perkembangan pembangunan fisik mendekati 45 persen. Direncanakan akan selesai 2020 ini. Kita akan melihat di 2021 apakah Jakarta akan diberi hadiah yang sama seperti 2020 yaitu banjir.(*)









