Naim sehari-hari berprofesi tukang jahit di rumahnya. Sejak PSBB jarang orang yang datang untuk menjahit pakaian. “Sekarang susah, biasanya setiap hari ada saja untuk vermak pakaian. Sekarang sepi, orang untuk makan aja susah. Enggak ada yang jahit baju ataupun celana,” ujar Naim.
Sementara Ketua Lembaga Monitoring Pembangunan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Indonesia (LMP2SDMI) Leo Butar Butar angkat bicara terkait lambannya pendistribusian dan pembagian bantuan sosial atau bansos selama PSBB.
“Kami menyayangkan sikap Pemkab Bekasi yang kurang respon terhadap keluhan masyarakat. Pemkab hanya menjanjikan tanpa diketahui kapan bantuan itu direalisasikan, dan hanya omong doang alias omdo,” sebut Leo.
Menurutnya, Pemkab Bekasi saat ini lebih memfokuskan masalah penanganan pangan masyarakat lewat dapur umum, padahal menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dapur umum atau nasi bungkus diberlakukan pilihan terakhir apabila masih ada masyarakat yang belum terdata mendapatkan bantuan.
Dirinya menjabarkan, Pemkab Bekasi telah menetapkan enam kecamatan yang masuk zona merah penyebaran virus Covid-19 dan perlu ada perhatian khusus bantuan pasca pemberlakuan PSBB.
“Tapi sampai saat ini Belum kunjung bantuan turun, mengakibatkan masyarakat saat ini terancam kelaparan, ditengah situasi ekonomi sulit akibat wabah ini,” ujarnya.
“Kami LMP2SDMI tidak tinggal diam, kami tetap memperhatikan setiap gerak-gerik atas kebijakan Pemkab Bekasi, karena anggaran penanganan Covid-19 ini sangat besar dan berpeluang di korupsi oleh oknum pejabat yang tidak bertanggungjawab,” ujarnya. (*)









