Harian Sederhana, Bogor – Untuk menyelesaikan polemik rencana pembangunan Laboratorium Sutera Alam Indonesia di Lapangan Sepak Bola Kuntum Setugede, Jalan Cifor – Bubulak, Kelurahan Setugede yang ditolak warga, pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengundang masyarakat untuk beraudiensi, Selasa (29/10).
Seperti diketahui pembangunan itu akan dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada 2020 mendatang.
Peretemuan dihadiri aparat kecamatan dan kelurahan setempat antara lain, Plt Camat Bogor Barat Wawan, Plt Lurah Setugede, Lurah Bubulak, Babinsa dan Bhabinkamtibmas.
Ketua RW 1 Kelurahan Setugede Didih mengatakan, warga menolak dibangunnya pusat penelitian dilapangan tersebut, karena di lapangan tersebut kerap dijadikan pusat kegiatan olahraga khususnya sepak bola.
“Lapangan itu selalu padat digunakan untuk main sepak bola, selain itu lapangan tersebut juga sudah digunakan untuk kegiatan masyarakat sejak ratusan tahun. Kalau nanti dibangun lalu warga berolahraga dimana,” kata Didih
Dalam kesempatan yang sama, Roni selaku warga sekaligus ahli waris pemilik lapangan tersebut mengaku, bahwa dirinya memiliki legalitas yang jelas yakni egendom atas lapangan tersebut. “Ya, kalau bicara status kami juga memiliki legalitas berupa egendom,” jelas Roni.
Sementara Advokasi warga Muhamad Nurman mengaku, bahwa lapangan itu sudah ratusan tahun digunakan untuk eksistensi masyarakat. “Sejak saya kecil disini lapangan ini sudah ada, makanya warga menolak,” jelas Nurman.
Pria yang juga Ketua Pemerhati Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia (PPLHI) itu menambahkan, dalam polemik tersebut ada dua hal, pertama soal ststus tanah itu sudah dimiliki pelepasan hak ke salah satu warga berupa egendom atas mana Ukar Bin Samin.
“Yang kedua warga tetap ingin disitu digunakan sebagai lapangan sepak bola,” kata dia.
Tapi ternyata kata Nurman, untuk status legalitas kepemilikan mereka juga punya sertifikat, padahal ada ahli waris yang memiliki legalitas resmi bukti pelepasan haknya ada, jadi legalitas dipertanyakan.
“Tadi ada dua opsi, untuk legalitas akan diuji di BPN, dan opsi kedua silahkan dibangun tapi warga minta lapangan direkokasi ke lokasi yang tetap berada dikawasan Kelurahan Setugede,” pungkasnya.
Nurman menegaskan, jika persoalan tersebut tidak ada kesepakatan sesuai keinginan warga, maka pihaknya akan melayangkan surat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang ditembuskan ke, Wali Kota Bogor, Presiden, DPR RI.
Sementara perwakilan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementrian LHK RI, Subarudi mengatakan, audiensi tersebut sebagai upaya mediasi atas penolakan pembangunan.
Dia mengaku untuk ststus legalitas pihaknya memiliki sertifikat dan warga punya egendom. Tetapi kata dia, bahw egendom itu tahun 67 sudah tidak berlaku.
“Yang kami tahu, bahw dal egendom itu Pak Ukar telah menerima uang dan kita sudah beli lahan ini saksi hidupnya juga ada. Bahkan kita beli waktu itu 60 hektar tapi skrg hanya ada 57 hektar,” ujarnya.
Dia menambahkan, pihaknya punya lahan tapi mau dibangun tapi susah. Sebagai pengganti lapangan, pihaknya sudah berikan lahan tapi warga menolak dengan alasan jauh.
“Kami persilahkan warga nyari lahan untuk lapang di wilayah sekitar sini tapi syaratnya jangan menebang pohon. Dan kami akan usahakan disini, tadi Pak Didi (warga-red) juga setuju. Dan warga juga sebenarnya masih menggunakan lapangan itu sampai tahun 2020 nanti,” pungkas dia. (*)









