Harian Sederhana, Bogor – Keukeuhnya Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk menerapkan kebijakan obligasi melalui pembuatan Peraturan Daerah (Perda) tentang Obligasi Daerah dan Dana Cadangan, dengan dalih untuk percepatan pembangunan di tengah minimnya kekuatan keuangan pemkot, kembali mendapat sorotan wakil rakyat.
Anggota Badan Pembuat Perda (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya menilai bahwa penerapan obligasi dan dana cadangan bukanlah solusi akhir dalam mempercepat pembangunan.
Yang terpenting sambung dia, perencanaan pemerintah harus memberi manfaat bagi masyarakat dengan memaksimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Sebagai langkah awal pemerintah mesti menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara maksimal,” katanya, Selasa (10/12).
Namun, kata Atty, dalam proses tersebut dibutuhkan kejujuran, kematangan, serta keteguhan untuk tidak melakukan hal-hal tercela.
“Sangat mungkin diwujudkan untuk memberi nilai manfaat yang lebih. Langkah awalnya menggali potensi PAD dengan baik. Selain itu, cegah kebocoran, semangat untuk kerja bersama, yang terpenting adalah tidak berbuat negatif,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Atty menegaskan bahwa ia menolak hasrat Pemkot Bogor menciptakan utang obligasi dengan dalih percepatan pembangunan daerah.
Hal itu lantaran bakal membebankan APBD lantaran setiap tahunnya harus menyiapkan dana untuk pembayaran bunga. “Di tengah kondisi keuangan yang kerap defisit. Bahkan, setiap akhir tahun, SILPA juga selalu besar,” ungkapnya.
Selain itu, kata Atty, masih ada opsi atau langkah-langkah lain untuk mencegah kebocoran pajak dari seluruh sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Restoran, Pajak Tempat Hiburan Malam (THM), Perparkiran dan Billboard.
“Bisa dan masih ada langkah-langkah untuk mencegah kebocoran pajak. Yang penting itu tadi, kejujuran, keseriusan dan perilaku untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Bogor kita bangun tanpa Korupsi,” jelas ibu tiga anak ini.
Sebelumnya, Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Lia Kania Dewi mengatakan bahwa percepatan pembangunan melalui alternatif pembiayaan sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Namun, untuk merealisasikan hal itu membutuhkan waktu yang panjang.
“Dewan sebenarnya mendukung dalam konteks RPJMD. Hanya saja mungkin diperlukan sosialisasi. Du legislatif sendiri kemarin memang belum ada pembahasan intensif, dan pada saat usulan Perda tentang Obligasi Daerah dan Dana Cadangan dikemukakan belum ke arah substansif,” ujar Lia
Lia juga mengakui bahwa kajian terkait hal tersebut belum dilakukan, dan baru akan dilaksanakan pada 2020 mendatang.
Kendati demikian, sambung dia, kajian mengenai Feasibility Study (FS) terkait pembangunan GOR, RSUD dan trem sudah dilaksanakan. “Nanti 2020 kajian soal perda tersebut baru masuk,” katanya.
Menurut dia, secara garis besar pembiayaan pembangunan memang bisa dilakukan menggunakan APBD, APBD provinsi hingga APBN.
Namun, apabila hanya mengandalkan APBD takkan cukup untuk pembangunan berskala besar karena kekuatan keuangan Kota Bogor hanya Rp2,5 triliun pada 2020.
“Selain itu ada juga dari CSR, tapi itu biasanya sudah dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan di area sekitar. Dan itu hanya sebagian kecil saja. Sedangkan untuk mempercepat pembangunan, pemkot butuh dana besar sesegera mungkin,” tambahnya.
Lebih lanjut, kata Lia, pemkot sendiri punya tiga opsi dalam hal pembiayaan infrastruktur, yakni menggandeng PT SMI (Persero), BJB Indah hingga Obligasj Daerah.
“Kalau melihat obligasi, masyarakat nantinya bisa berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur,” pungkasnya. (*)









