Harian Sederhana, Bogor – Sosialisasi perdana dari Pemkot Bogor menyangkut obligasi daerah, mendapat apresiasi kalangan DPRD Kota Bogor. Dengan sosialisasi itu, bisa mendapatkan berbagai informasi dan aturan aturan terkait rencana dana obligasi.
Wakil Ketua DPRD 1 Jenal Mutaqin mengatakan, dengan informasi yang diberikan dari pihak Kementrian Keuangan maupun OJK, sehingga ada informasi yang utuh dan menjadi pegangam bagi Pemkot Bogor.
Menurut Jenal, Pemkot Bogor saat ini sebenarnya belum membutuhkan dana obligasi karena tidak ada pembangunan pembangunam yang mendesak harus direalisasikan dalam waktu dekat ini.
Dana obligasi itu untuk mengkaver atau memenuhi kebutuhan anggaran pembangunan senilai Rp 1 triliun minimalnya, sedangkan pembangunan pembangunan yang direncanakan sekarang masih mampu tercover, baik mengandalkan APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kota Bogor.
“Selain itu, masih ada keraguan juga dari Pemkot Bogor, apakah memang sudah sangat mendesak harus ada obligasi dan obligasi itu merupakan pinjaman daerah yang merupakan pembiayaan untuk infrastuktur dalam bentuk surat hutang yang digulirkan kepada masyarakat,” ucapnya.
Untuk pengajuan dana obligasi, akan memiliki dampak dampak kedepannya. Saat ini belum ada mega proyek besar di Kota Bogor yang membutuhkan dana besar, sedangkan obligasi memiliki bunga yang akan menjadi beban APBD.
Soal kelayakan pembangunan yang bisa diajukan menggunakan obligasi juga harus merupakan proyek besar yang membutuhkan anggaran besar. Saat ini kan belum ada proyek besar itu.
“Obligasi atau pinjaman dana itu memiliki batasan batasan waktu yang harus menjadi perhatian Pemkot Bogor. Dalam PP 56 tahun 2016 pasal 33 ayat 4 bahwa obligasi ini tidak boleh melebihi batas waktu hingga akhir masa jabatan Walikota yang mengajukan obligasi tersebut,” jelasnya.
Anggota DPRD Fraksi PPP, Rizal Utami menilai, Pemkot Bogor belum mendesak membutuhkan dana obligasi saat ini, karena belum ada rencana pembangunan prioritas dengan kebutuhan anggaran besar bagi Kota Bogor.
“Pembangunan prioritas yang direncanakan Pemkot Bogor, belum ada yang mendesak membutuhkan dana obligasi. Kemudian soal dampak dampaknya nanti, harus dipikirkam juga, jangan sampai hutang obligasi membebankan masyarakat Kota Bogor,” tandasnya.
Senada, Muaz HD anggota DPRD Fraksi PKS menilai, rencana dana obligasi yang akan dipergunakan untuk pembangunan RSUD, kurang tepat. Karena untuk pembangunan RSUD tidak perlu menggunakan obligasi.
Tetapi bisa meminta bantuan ke APBN atau APBD Provinsi, karena RSUD Kota Bogor tidak hanya menerima pasien pasien dari Kota Bogor saja, tetapi juga banyak pasien dari wilayah Kabupaten Bogor yang berobat ke RSUD.
“Jadi provinsi juga akan membantu Kota Bogor untuk membangun RSUD. Tidak perlu pakai dana obligasi segala, nanti hutangnya akan menjadi beban kita di masa mendatang,” tandasnya.
Anggota Badan Pembuat Perda (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya menilai bahwa penerapan obligasi dan dana cadangan bukanlah solusi akhir dalam mempercepat pembangunan. Yang terpenting, sambung dia, perencanaan pemerintah harus memberi manfaat bagi masyarakat dengan memaksimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Sebagai langkah awal pemerintah mesti menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara maksimal,” katanya.
Namun, kata Atty, dalam proses tersebut dibutuhkan kejujuran, kematangan, serta keteguhan untuk tidak melakukan hal-hal tercela.
“Sangat mungkin diwujudkan untuk memberi nilai manfaat yang lebih. Langkah awalnya menggali potensi PAD dengan baik. Selain itu, cegah kebocoran, semangat untuk kerja bersama, yang terpenting adalah tidak berbuat negatif,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Atty menegaskan bahwa ia menolak hasrat Pemkot Bogor menciptakan utang obligasi dengan dalih percepatan pembangunan daerah. Hal itu lantaran bakal membebankan APBD lantaran setiap tahunnya harus menyiapkan dana untuk pembayaran bunga.
“Di tengah kondisi keuangan yang kerap defisit. Bahkan, setiap akhir tahun, SILPA juga selalu besar,” ungkapnya.
Selain itu, kata Atty, masih ada opsi atau langkah-langkah lain untuk mencegah kebocoran pajak dari seluruh sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Restoran, Pajak Tempat Hiburan Malam (THM), Perparkiran dan Billboard.
“Bisa dan masih ada langkah-langkah untuk mencegah kebocoran pajak. Yang penting itu tadi, kejujuran, keseriusan dan perilaku untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Bogor kita bangun tanpa Korupsi,” tandas Politisi PDIP itu. (*)









