Poin kedua, gugatan penggugat tidak mempunyai legal standing, Sandi Saputra sebagai penggugat bukanlah ahli waris dari Tuan Kelana Saputra.
Untuk itu, Sandi Saputra tidak memiliki legal standing sebagai penggugat yang mana didalam gugatan penggugat harus ahli waris yang sah.
Menurutnya, jika merujuk kepadas Pasal 42 undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi ‘anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
“Sedangkan penggugat tidak bisa membuktikan dasar hukum adanya surat yang membuktikan bahwa penggugat adalah anak sah tuan Kelana Saputra,” tuturnya.
Untuk poin ketiga, gugatan penggugat kabur dan tidak jelas (Exceptio Obscurum Lebellum), dimana tidak mencantumkan subjek hukum yang jelas.
“Objek perkaranya kabur yang seharusnya mengkaji tentang perkara gugatan waris, namun dalam petitumnya dicantumkan adanya perbuatan melawan hukum. Sehingga kami berpendapat didalam eksepsi kami gugatan itu kabur atau tidak jelas,” terang Gerry.
Selanjutnya gugatan penggugat kurang pihak (Exceptio Plurium Litis Consortium), karena ahli waris yang sah menurut hukum dan terdaptar di Menkumham, baik dari catatan kepala desa maupun yang lainnya.
“Ada satu nama yang tidak dicantumkan dalam gugatan oleh Penggugat yakni saudari Leni. Jadi bisa disimpulkan gugatan ini menurut kami gugatan Penggugat kurang pihak,” imbuhnya.
Dan poin kelima, penggugat tidak mempunyai hubungan hukum dengan Tergugat (Exceptio Persona Standi in Judicio), Penggugat tidak memiliki kapasitas sebagai ahli waris, karena tidak memilki hubungan hukum dengan para Tergugat.
“Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya Penggugat tidak memiliki hak atas harta waris tuan Kelana Saputra, karena setatus Penggugat hanya sebagai anak diluar kawin tuan Kelana Saputra,” jelasnya.









