Pertama, realitas pekerja harian lepas yang sudah melakukan migrasi ke desa asal. Pekerja harian lepas ini adalah mereka yang potensial karena usia produktif, sehingga potensi ini perlu dirawat.
Kedua, ke depan Indonesia akan menghadapi krisis pangan sehingga dibutuhkan langkah-langkah taktis dan strategis yang harus dimulai dari sekarang dengan mengoptimakan usia produktif yang migrasi ke desa asal mereka untuk memproduksi pangan.
Ketiga, potensi desa-desa pertanian dan perikanan perlu dikelola dengan baik untuk mengatasi poin sebelumnya.
Berdasarkan hal itu, Sofyan Sjaf mengatakan, sangat disayangkan kebijakan dana desa dialihkan menjadi BLT.
“Seyogyanya BLT dana desa diorientasikan untuk kebutuhan memproduksi pangan. Selain lebih produktif, ini untuk mengantisipasi krisis pangan yang tidak hanya melanda Indonesia tetapi dunia. Mengingat ketersediaan pangan yang kurang akan berdampak terhadap munculnya persoalan baru, terutama persoalan-persoalan sosial. Apalagi stimulus ekonomi untuk pertanian belum jelas,” katanya.
Sofyan Sjaf menambahkan, dalam kondisi tidak adanya bencana, kebijakan BLT mengalami banyak masalah, apalagi dalam kondisi seperti saat ini.
“Namun demikian, karena kebijakan BLT dana desa ini sudah di-release pemerintah, maka perlu diperketat target sasaran penerima BLT dana desa, agar tidak double menerima bantuan (dari PKH, jaringan pengaman sosial provinsi dan kabupaten). Untuk itu, data presisi dan transparan sangat dibutuhkan,” katanya.









