Pegiat Kirab lainnya, Gunawan yang juga Ketua Umum Sniper menilai berbagai kegiatan tentang bansos Covid-19 terindikasi dilaksanakan tanpa memperhatikan kaidah transparansi dan akuntabilitas.
“Ini memunculkan kesan banyak yang ditutup-tutupi. Kirab mencium adanya dugaan penyimpangan APBD. Atas temuan itu, kami Kirab juga telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Cikarang untuk melaporkan berbagai dugaan itu, termasuk kepada pihak-pihak terkait,” lanjutnya.
Pihaknya menilai semestinya proses pendistribusian sejumlah bahan pangan melibatkan sektor ekonomi di Bekasi seperti pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Dengan begitu secara efektif bisa memberdayakan perekonomian di daerah atau di sektor lapisan bawah bisa ikut bergerak dan juga menjaga daya beli. Tujuannya adalah dalam rangka pemberdayaan UMKM,” tandasnya.
“Jadi jangan hanya jejaring Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tapi juga lebih penting pelaku-pelaku usaha UMKM di daerah ini bisa dilibatkan dalam pengadaan dan distribusi bansos,” tuturnya.
Pihaknya juga berharap bukan hanya dalam bentuk bansos, tapi juga bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sehingga masyarakat bisa memiliki daya beli dan juga akan mempunyai efek secara langsung terhadap iklim usaha dan iklim bisnis di bawah, seperti UMKM.
Sementara pegiat Kirab lainnya, Rahmat Damanhuri juga sangat menyesalkan hingga saat ini belum ada klarifikasi bupati maupun Pemkab Bekasi soal penempelan sticker atau foto Bupati pada bansos, maksud dan tujuannya, biayanya dan perintah siapa.
Vijay, panggilan akrab Rahmat Damanhuri menilai, politisasi bansos oleh kepala daerah dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Vijay, kepala daerah yang mempolitisasi Bansos terindikasi melanggar Pasal 76 ayat 1 yang berbunyi lepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut pada Pasal 78 ayat 2 disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat diberhentikan. Salah satunya pada huruf e yang berbunyi jika melanggar larangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i dan huruf j.
“Ini sebuah pasal yang dapat dikonstruksi untuk kepala daerah yang melakukan politisasi bansos dan itu bisa dibuktikan untuk diimpeach sebagaimana proses yang disampaikan di pasal 80,” jelas pengurus KNPI Kabupaten Bekasi ini.
Kirab juga mengimbau kepada seluruh masyakat untuk menuruti aturan pemerintah dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19, sebaiknya kita tetap Dirumah Aja, Tidak Mudik, ikuti Protap pencegahan Corona dan bersama-sama menggapai asa Bekasi yang Baru, Bekasi yang Bersih tanpa KKN. (*)









