Harian Sederhana, Bogor – Ribuan warga korban proyek double track Kereta Api rute Bogor – Sukabumi di wilayah Kecamatan Bogor Tengah dan Bogor Selatan, menuntut agar PT.KAI menangguhkan pembongkaran hingga semua warga mendapat tempat tinggal baru.
Seperti diketahui, setelah dilakukan Ppraidal, PT.KAI siap menggelontorkan anggaran sebesar Rp44,1 miliar untuk dana kerohiman yang prosesnya tinggal persetujuan gubernur.
Setelah di tandatangan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, maka nilainya langsung disosialisasikan dan dana kerohiman bagi warga akan dicairkan pada Desember 2019.
Warga Kampung Batutulis yang juga koordinator warga untuk relokasi mandiri Ihsan mengatakan bahwa kondisi real dilapangan, rwarga masih kesulitan mencari tempat tinggal. “Kami secara bersama sama mulai mencari tempat atau lahan pemukiman baru untuk relokasi secara mandiri,” kata Ihsan.
Karena sulitnya mencari tempat tinggal baru kata Ihsan, warga meminta agar waktu eksekusi pembongkaran bangunan dimundurkan. Selain itu warga juga berharap Pemerintah Kota Bogor membantu warga mendapatkan rumah untuk tempat tinggal.
“Kami seluruh warga disini sepakat akan pindah secara bersama sama dan mandiri. Kita sudah mencari lahan dan berharap dana kerohiman nanti bisa untuk membeli lahan maupun membangunnya,” ujarnya
Masih kata dia, hingga saat ini warga belum mengetahui nilai dana kerohiman yang akan diterima. Sehingga pihaknya masih kebingungan ketika akan merelokasi secara mandiri.
Diakuinya, kesulitan lainnya adalah mencari kontrakan, karena rata-rata harga kontrakan sangat mahal dan jauh dari tempat usaha atau berjualan. Maka warga minta waktu eksekusi pembongkaran ditangguhkan hingga warga dapat tempat tinggal dulu.
“Kami warga mohon dimundurkan dulu eksekusi pembongkarannya. Kami. Alam mencari tempat tinggal dulu,” pintanya.
Sementara, Camat Bogor Selatan Atep Budiman menyebutkan, di wilayahnya ada 1.960 bidang bangunan di tujuh Kelurahan se-Kecamatan Bogor Selatan akan dibongkar dan ditertibkan.Hal itu kata Camat, untuk membantu memuluskan rencana pembangunan rel ganda. Ribuan bangunan itu terdiri dari 5.878 jiwa dari 1.557 kepala keluarga (KK).
“Kami juga masih menunggu upaya kami supaya ada penangguhan waktu eksekusi setelah turun uang kerahiman. Ada waktu warga untuk cari rumah karena nggak gampang cari hunian pengganti,” jelasnya.
Atep menuturkan, sampai sekarang banyak warga yang mencari hunian pengganti, bahkan ada beberapa perkampungan warga akan merelokasi mandiri. Merekaingin kembali membangun perkampungannya di satu titik lokasi. Untuk itu, karena warga membutuhkan waktu dalam proses mencari hunian baru, maka waktu eksekusi pembongkaran diminta untuk ditunda.
“Saya akan sampaikan ke Pemkot Bogor, agar segera dikomunikasikan ke pemerintah pusat. Warga juga sekarang menunggu soal dana kerohiman, dan kami akan segera mengumpulkan warga apabila sudah ada yang turun untuk sosialisasi dana kerohiman itu,” tandasnya.
Sementara Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor Hanafi mengaku pekan lalu dirinya mewakili Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menyampaikan hasil perhitungan tim apraisal, di Bandung awal pekan lalu.
Menurutnya, dari yang disampaikan, total uang kerahiman berjumlah Rp48 miliar untuk tiga kecamatan, yakni dua kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah, tujuh kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan dan satu desa di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
“Paling besar untuk Kota Bogor, karena yang satu desa di Kabupaten Bogor jatahnya Rp885 jutaan. Sisanya untuk Kota Bogor,” ungkapnya.
Diakui Hanafi, penghitungan dari KJPP itu, pihaknya tidak bisa intervensi bagaimana metodanya. Intinya supaya penertiban tetap ada kompensasi buat warga yang bahkan audah tinggal puluhan tahun disana
Ia menambahkan, ada beberapa kategori uang santunan yang akan diberikan, selain untuk bangunan, ada pula untuk pembongkaran dan operasional pindah serta tunjangan kehilangan pendapatan.
Hanya saja lanjut Hanafi, jumah yang disampaikan hanya berupa hitungan total, tidak disampaikan secara rinci per orang atau per bangunan mendapatkan berapa rupiah.
“Jumlah itu juga nggak bisa intervensi. Nggak bisa setuju atau tidak karena kewenangan mereka. Sayangnya nggak diperinci, per orang atau per bangunan dapat berapa,” ujarnya.
Namun, kata dia, ada beberapa kendala yang juga disampaikan pada pertemuan lalu itu. Salah satunya soal ketersediaan anggaran yang rupanya untuk 2019 ini baru ada Rp22 miliar yang tersedia untuk pencairan uang kerahiman. Sedangkan sisanya, diharapkan akan cair pada awal 2020.
Setelah ini, pihaknya masih menunggu surat penetapan dari gubernur Jawa Barat untuk kemudian ditindak lanjut dengan penyaluran santunan dengan sistem non-tunai kepada penerima.
“Kami juga minta proses pencairan itu mereka yang lakukan, bukan daerah. Jadi nanti dua tahap karena uangnya hanya ada Rp22 miliar dari kebutuhan Rp48 miliar,” tukasnya. (*)









