Harian Sederhana, Bekasi – Penggunaan KTP dalam mendapatkan layanan kesehatan gratis, dianggap bukan pola baru. Hal itu, dikarenakan pernah ditolak Menteri Kesehatan, saat diajukan Gubernur Banten.
“Pola itu sama dengan pola yang lama, termasuk SJP, yaitu FFS (Fee for Service). Jadi beban pembiayaan muncul pasca pemberian layanan. Dalam hal ini, pola ini merupakan sistem mandiri (terpisah) dan tidak berintegrasi dengan JKN, sehingga berpeluang terjadi duplikasi biaya atau tumpang tindih. Sistem yang tidak berintegrasi akan sulit menerapkan pola supplementer, karena bukan menjadi sub system dari sistem yang ada,” ujar Ketua DPRD Kota Bekasi Dihiraukan J Putro, Jumat (20/12).
Menurut Choiruman, itu salah satu poin yang ditekankan saat pimpinan DPRD melakukan audiensi dengan KPK, Kamis siang (19/12).
Pertemuan itu sendiri kata Choiruman, hanya ingin menegaskan kembali surat KPK sebelumnya, terkait Kartu Sehat berbasis NIK, dimana disebutkan harus segera berintegrasi dengan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Choiruman juga mengatakan, hingga saat ini pihaknya tidak melihat itikad pengintegrasi tersebut. “Ini yang kemudian kita konsultasikan sama KPK, yang mengaku akan mendalami itu dan tidak tergesah-gesah akan menyerap informasi terlebih dahulu,” paparnya.
Namun begitu lanjut dia, pihak KPK juga meminta kepada DPRD agar menanyakan lebih lanjut berkaitan dengan pola yang disiapkan oleh Eksekutif.
Tidak itu saja tambahnya, KPK juga menyarankan untuk tidak masalah melakukan Audit. Baik dalam kaitan kepatuhan, baik dalam Infisiketif yang memang untuk memastikan tidak ada penyimpangan.(*)









