Harian Sederhana, Bogor – Pembebasan lahan untuk proyek pelebaran Jembatan Otto Iskandardinata (Otista), hingga kini masih belum ada kepastian, sebab pemilk tanah belum mendapatkan kejelasan soal besaran nominal yang bakal diterima.
Saat dikonfirmasi, Ketua RW 01, Kampung Kebun Kelapa, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Tengah, Ii Cahyadi mengatakan bahwa secara umum para pemilik lahan yang terdampak sama sekali tak merasa keberatan. Sebab, mereka sudah bersedia jika dibebaskan.
Tetapi, pemilik lahan merasa ada sedikit ganjalan lantaran pengajuan besaran ganti rugi, jauh dari harapan. Hal itu terkuak saat dilakukan rapat perdana di Kelurahan Baranangsiang.
“Ya, dalam rapat itu, pemerintah menawarkan harga Rp1 juta hingga Rp3 juta permeter. Enam pemilik lahan setuju untuk dibebaskan, tapi mereka nggak mau kalau tanahnya dihargain murah,” katanya.
Nominal tersebut, dinilai tak pas dengan harha pasaran lahan di kawasan Otto Iskandardinata, yang notabenenya berada di pusat Kota Bogor. “Kemudian, dari diberi penawaran berbeda, mulai dari Rp1 juta dan ada yang hampir Rp3 juta permeter. Warga inginnya rata,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Chusnul Rozaqi menyatakan bahwa bila hingga kini belum ada titik terang mengenai nominal kesepakatan harga lahan. “Belum ada kesepakatan pada pertemuan itu,” ucap Chusnul
Masih kata dia, mayoritas pemilik lahan ingin harga lahannya dihargai Rp 5 juta permeter. Kendati demikian, pihaknya belum bisa memberikan keputusan pasti kaitan ini.
Sebab pertemuan kemarin bersama warga merupakan pertemuan perdana pembasan soal pembebasan lahan. Dan akan ada pertemuan selanjutnya.
Dia mengaku, mengenai pembebasan tersebut, pihaknya takkan canggung untuk mengabulkan keinginan warga demi terlaksananya program demi kepentingan umum.
“Pengennya warga di angka Rp 5 juta permeter, dipukul rata tidak dibeda-bedakan. Kalau inginnya permeter Rp 5 juta kita siap-siap saja, selama itu tidak melebihi hasil kajian dari tim appraisal pasti diakomodir,” tandasnya. (*)









