Menu

Mode Gelap
Rabu, 17 Desember 2025 | 12:42 WIB

Sukabumi

Pemilik Tea House Gugat Soal Eksekusi Bangunan

badge-check


					Ekskusi Pengadilan Negeri Cibadak Sukabumi, terhadap rumah tinggal dan pemilik lahan (eks Tea House) milik Elis Muliawati di Kampung Nyangkokot, Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi. Perbesar

Ekskusi Pengadilan Negeri Cibadak Sukabumi, terhadap rumah tinggal dan pemilik lahan (eks Tea House) milik Elis Muliawati di Kampung Nyangkokot, Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi.

Harian Sederhana, Sukabumi – Pasca Ekskusi pihak Pengadilan Negeri (PN) Cibadak Sukabumi, terhadap rumah tinggal dan pemilik lahan (eks Tea House) milik Elis Muliawati di Kampung Nyangkokot, Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi pada Senin (10/12) lalu berbuntut panjang.

Pasalnya, eksekusi tersebut dianggap cacat hukum. Bahkan, cara pengosongannya dianggap tidak manusiawi.

“Kami akan menggugat sejumlah pihak seperti BJB, Pengadilan dan lainnya. Baik itu secara perdata maupun secara pidana,” jelas Ali Suage selaku perwakilan keluarga pemilik rumah tinggal yang di eksekusi, Kamis (12/12) malam.

Kata ali, proses eksekusi dianggap tidak wajar dan tidak mendasar. Karena pihak pengadilan melakukan eksekusi atas dasar hasil keputusan 2015. Sementara dalam putusan sidang di 2016, keputusannya draw dan dikembalikan kepada BJB dan debitor.

“Keputusan pengadilan 2016 sudah terjadi draw. BJB dan Elis dikembalikan kepada kesepakatan semula. Namun muncul eksekusi, dasarnya produk hukum BPSK 2015. Makanya kita juga akan menggugat BPSK,” ucapnya.

Parahnya lanjut Ali, proses lelang lahan bangunan pihak pemilikpun tidak diberitahu. Dan di mediapun tidak nampak iklan lelang. “Tidak ada pemberitahuan sebelumnya, bahkan di mediapun secara aturan harus diterbitkan sekurangnya tiga surat kabar,” tambah Ali.

Mendapingi pemilik, Ali juga menceritakan kronologis peristiwa hinga di eksekusi lahan pemilik oleh pihak pengadilan. Berawal dari pinjaman kredit BJB sebesar Rp950 Juta tahun 2010 atas nama kelompok tani. Karena pada saat itu Elis menjadi ketua, Elis menjaminkan Lahannya bersama sejumlah asset lainnya.

Diakuinya, dipertengahan masa kredit, kemudian Elis men top up pinjaman tersebut menjadi Rp1,350.000.000,-. Anehnya, sesudah menandatangani kontrak itu, Elis tidak menerima uang top up tersebut sebesar 500 juta tersebut.

“Elis menanyakan langsung kepada petugas yang mengurus kredit, yang katanya sudah di transfer ke rekeningnya sebesar 75 juta,” beber Ali.

Namun pada saat mengecek rekeningnya, tidak bisa diambilnya karena rekening tersebut sudah tidak aktif. Hingga sekarang, pemilik belum menerima uang top up tersebut, uang yang diterimanya rekening malah tidak aktif. “Tentunya jumlah uang tersebut, juga jauh dari hasil kesepakatan BJB,” tandasnya.

Masih kata dia, jadi permasalahan pada Waktu top up peminjaman diakukan pada 2012. Saat itu, proses peminjaman BJB Sukabumi dimpimpin Kacab saat ini sedang menginap di hotel prodeo di Sukamiskin, Bandung.

Menurut dia, di 2013 menjadi titik awal permasalahan. Dan permasalahan bertumpuk ketika Tea House kebakaran 2013 lalu yang menyebabkan usaha tersebut pailit. Seharusnya dalam posisi itu, asuransi bisa dicairkan.

Namun sampai saat ini, asuransi itu tidak bisa diklaim. Bahkab setiap bertanya ke pihak BJB Sukabumi, selalu melarang pihaknya untuk menemui pihak asuransi untuk mengklaim pasca kebakaran. “Jadi, polis asuransinya tidak pernah keluar,” paparnya.

Dirinya menduga, terjadi kesengajaan yang dilakukan pihak BJB yang menyebabkan pihak debitur dirugikan. Dan pihaknya memandang yang dilakukan BJB itu maladministrasi. “Ada unsur kesengajaan yang dilakukan oknum, Ini diduga ada maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dan tindakan kesewenanga wenangan,” jelasnya.

Soal proses eksekusi sendiri, diakuinya memang Pengadilan sesuai prosedur. Namun yang mesti dipertanyakan. dasar eksekusi tersebut. Pasalnya, mulai dari lelang hingga ini itu, pihak Tea House tidak pernah diberitahukan.

“Proses eksekusi dilakukan sewenang wenang dan tidak terkesan tidak manusiawi. Bahkan saat proses eksekusi, ada beberapa barang inmateriil milik pemilik yang hilang. Parahnya, eksekusi juga mengerahkan ratusan petugas padahal cuman seorang wanita,” pungkasnya.

Sementara itu, Pihak Bank Jabar Banten (BJB) cabang Sukabumi membantah tidak menempuh prosedural dalam permohonan lelang. Bahkan pihaknya, telah menempuh proses dai mulai BPSK hingga asuransi yang sudah clear.

“Kalau Pihak BJB selaku Bank Negeri, kita hanya permohonan lelang saja, lelang ada bagiannya lagi. Kalu tidak ada permasalahn tidak ada eksekusi,” jelas Kepala Cabang BJB Sukabumi Wijaya Nurachman kepada wartawan saat di temui di kantornya. Jum’at (13/12) kemarin.

Proses lain, pihaknya sudah menempuhnya dari mulai ke BPSK dan lainnya. Sudah selesai dibarengi putusan pengadilan dan tidak terjadi apa – apa.

“Disini bukan kalah yang menang ada putusan di pengadilan. Sudah terima dari beliau dan terdapat putusan – putusan tersebut itu mengenai proses lelang,” katanya.

Menurut Wijaya, proses lelang bisa saja dilakukan kalau memang debitur tidak sanggup membayar dan ketika kreditnya terjadi macet.”Kita sudah sampaikan sebelumnya ke pihak debitur sebelum terjadi pelelangan yang menjadi anggunannya,” ungkapnya.

Tambah dia, pihak BJB juga telah memenuhi hak dari debiturnya. Pihaknya juga melakukan berbagai upaya, seperti beberapa kali mengadakan pertemuan dengan debitur atas nama Elis namun tidak terjadi kesepakatan.

“Karena debitur one prestasi kami memberikan SP 1,2 dan 3. Pada saat itu, Bu elis juga tidak menerima dengan putusan tersebut makanya dia melakukan gugatan untuk BJB BPS dan pengadilan namun ditolak,” paparnya.

Kemudian lanjut dia, lelang eksekusi yang dilakukan pengadilan juga bukan yang pertama kali ini yang ke empat kalinya. Dan ini Gugatan yang ke empat kalinya untuk BJB dari bu Elis. Dan kemarin tiga tiga nya gugatan ditolak pengadilan padahak punya bukti buktinya.

Mengenai posisi polis asuransi, kewajiban Bu Elis membayar akad kredit pertama sebesar Rp50 juta dan kredit kedua Rp80 juta. “Bu elis tidak mau membayar yang 80 juta tersebut. Karena menunggu pembayaran pengembalian menunggu restetusi,” katanya.

Menganai klaim asuransi, polis dapat diberikan harus sesuai dengan Klaim ya. Sementara kerusakan dan kebakaran bukan pada bangunan sesuai ajuan pada Klaim asuransi.

“Kebakaran akibat disambar petir merusak peralatan sound system. Bukan pada bangunan sesuai Klaim yang telah disepakati. Sehingga polis asuransi tersebut tidak bisa dibayarkan,”kata dia. (*)

Facebook Comments Box

Baca Lainnya

Penderita Thalasemia Bersama PNS Ikuti Rapid Test

3 Juni 2020 - 22:09 WIB

Jalin Sinergitas Jaga Kondusifitas jelang New Normal

3 Juni 2020 - 22:05 WIB

Pemkab Sukabumi Resmi Perpanjang PSBB

2 Juni 2020 - 15:13 WIB

Pemkab Sukabumi Resmi Perpanjang PSBB

20 Mei 2020 - 12:36 WIB

Bupati Wanti-wanti, Ada Potongan Duit BLT

20 Mei 2020 - 12:00 WIB

Trending di Sukabumi