Harian Sederhana, Bogor – Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Saeful Bakhri meminta agar Pemkot Bogor serius dalam menyelenggarakan Kota Layak Anak. Salah satunya dengan mempercepat pencetakan dan pembagian Kartu Identitas Anak (KIA).
Hal itu diungkapkan Saeful kepada wartawan, usai pembagian 125 keping KIA bersama Disdukcapil, LSM Mitra Rakyat Bersatu dan di Ciluar, Paguyuban Pemuda Tarikolot 02 Bersatu, Sabtu (1/2).
Menurut dia, dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak, sudah jelas disebutkan bahwa di antaranya anak berhak mendapatkan identitas, perlindungan identitas, bebas dari penghukuman dan penyiksaan, serta layanan kesehatan.
“Permasalahannya sampai sekarang, belum semua anak di Kota Bogor mendapatkan KIA. Di Bogor Utara misalnya, pembagian baru dilakukan di dua kelurahan. Yakni, Tanah Baru dan Ciluar. Apalagi mengenai hak anak lainnya,” ujarnya.
Atas dasar itu lanjut Politisi PPP itu, pemerintah harus dapat melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam menyelenggarakan Kota Layak Anak. Khususnya dalam hal mensosialisasikan dan pembuatan KIA.
“Bersinergi dengan elemen masnyarakat perlu dilakukan oleh pemkot. Agar Kota Bogor dapat menjadi kota layak anak ditengah maraknya perilaku menyimpang siswa,” jelasnya.
Saeful menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong agar program pencetakan dan pembagian KIA ini dapat berlanjut ke semua kelurahan. “Karena itu keseriusan dan dukungan pemkot sangat diperlukan,” katanya.
Saeful juga mengkritisi langkah pemkot yang mengancam akan memenjarakan siswa yang melakukan tawuran. Hal itu lantaran bertentangan dengan perda tersebut pada ayat (2) huruf h. Dimana tertera bahwa anak mempunyai hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman.
“Harus ada upaya pembinaan dan pencegahan dari pemkot mengenai tawuran ini. Jangan, ketika sudah marak baru ada upaya. Anak itu tak perlu dipenjara bila tak membunuh. Tapi dibina,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua LSM Mitra Rakyat Bersatu, Jamal Nasir mengatakan bahwa dalam menjalankan kebijakan, pemerintah tidak boleh berjalan sendiri, tapi harus melibatkan civil society.
Sebab, dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP, elemen masyarakat mesti dilibatkan dalam rangka pelaksanaan sekaligus controling sebuah kebijakan. “Jadi masyarakat harus diberi porsi dan dilibatkan,” katanya.
Iapun juga mempertanyakan langkah pemkot yang baru bereaksi terhadap aksi tawuran setelah ada korban jiwa. “Kota Bogor sudah punya perda layak anak, dulu kemana saja. Kenapa baru sekarang bereaksi. Untuk mencegah tawuran itu dibutuhkan sinergitas semua pihak, khususnya dalam hal pembinaan siswa,” pungkas dia. (*)









