Harian Sederhana, Depok – Bisnis kuliner merupakan salah satu unit usaha yang saat ini tengah menjadi idaman bagi para pebisnis. Terutama mereka yang baru pertama kali membangun, selain permodalan yang tidak terlalu besar hasilnya diyakini sangat terasa.
Namun, kenyataannya tidak semudah yang dipikirkan. Bisnis panganan semakin menjamur, otomatis persaingan dagang meningkat apabila tidak dibarengi dengan konsistensi dan fokus niscaya usaha tersebut hanya berujung bangkrut.
Adalah Pempek Lamonda milik Sariah Madenan yang diakui memiliki cita rasa berbeda dengan pempek lain di pasaran. Hal tersebut, menjadi salah satu modal Sariah untuk menjaring pelanggan.
“Bahan bakunya asli ikan tenggiri dan sagu Cap Tani pilihan. Dari awal saya bikin, sekitar tahun 2000 rasanya tetap sama (konsisten) tidak pernah berubah,” tutur Sariah saat dihubungi Harian Sederhana, Minggu 11 Agustus 2019.
Warga Jalan Mandor Rimad No. 99 RT02/03 Kelurahan Grogol ini menuturkan, usaha yang dibangun belasan tahun tersebut berawal dari ketidak sengajaan.
“Dulunya, saya kerja jadi guru di salah satu SMA setelah menikah suami meminta agar saya fokus dirumah mengurus anak dan rumah tangga. Nah, dari situ coba-coba bikin pempek ternyata Allah kasih jalan, banyak yang suka,” bebernya.
Peminat pempek yang terus berdatangan semakin memantapkan ibu empat anak itu untuk terjun berbisnis. Satu ruko berukuran cukup besar yang berlokasi di Perempatan Jalan Mampang disewa sekaligus dua tahun dengan merogoh kocek sebesar Rp 15 juta demi mengembangkan usahanya.
“Saya nyoba dua tahun, eh malah keterusan nyewa lama. Tiba-tiba pemiliknya menjual ruko itu ke orang lain, harga sewa pun berubah dari tahun ke tahun semakin meningkat per tahun diminta Rp 35 juta. Saya tidak kuat dan akhirnya tutup usaha,” terangnya.
Putus Asa, Berbuah Manis.
Sariah mengaku sempat patah hati usaha yang dirintis dengan jumlah karyawan sebanyak tujuh orang itu harus berhenti di tengah jalan. Wanita berhijab berdarah Ogan Komering Ulu Palembang Sumatera Selatan ini terus berpikir merancang strategi.
“Saya sempat malas, udah capek-capek bikin usaha eh malah tutup. Karyawan punya tujuh awalnya, sampai tinggal empat,” tegasnya.
Saat itu, pelanggan seakan tidak terbendung sehingga memaksa Sariah tetap menjalankan usaha di rumah ternyata, pil pahit yang ditelannya berbuah manis justru pemasaran lewat media sosial diakui membuat usaha dia semakin melaju pesat. Terbukti omset dagang selama membuka tempat usaha dibandingkan via online ternyata berbanding terbalik.
“Jadi hasil usaha, lebih besar via promosi media sosial. Per bulan bisa sampai Rp 15 sampai Rp 20 juta. Belum lagi, produk saya ini sudah masuk di mal-mal,” katanya.
“Seminggu, ada resailer yang berani ambil 1000 pcs pempek itu per tiga hari dia datang. Jadi, sekarang sudah tidak terlalu mikirin persaingan dagang. Percayalah, semua itu ada rejekinya,” timpalnya lagi.
Saat ditanya ihwal mengapa produknya diberi nama Lamonda, Sariah menjelaskan itu adalah bahasa asli dari tempat kelahirannya Ogan Komering Ulu Palembang. Tujuan utamanya, membangun bisnis makanan tersebut adalah ingin melestarikan kuliner khas bumi “Wong Kito”.
“Saya orang Palembang asli, menjadikan kewajiban saya untuk melestarikan tradisi dan kebudayaan daerah,” singkatnya.
Anggota Usaha Menengah Kecil Masyarakat (UMKM) Depok besutan DKUM Pemkot Depok ini berpesan kepada para pengusaha muda yang memulai usaha agar selalu fokus dalam menekuni bisnisnya.
“Percaya dengan produk yang kita luncurkan dan konsisten terkait cita rasanya jangan karena bahan baku mahal dikurang-kurangi. Jalani saja. Semua pasti ada jalan,” pungkasnya. (*)









