Harian Sederhana – Tantangan kerukunan umat beragama kedepan semakin kompleks. Selain faktor keagamaan, mulai dari perbedaan penafsiran, penodaan, aliran hingga rumah ibadah, juga ada faktor nonkeagamaan, seperti faktor sosial, ekonomi, serta politik.
Wakil Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Depok Mangaranap Sinaga menuturkan Kota Depok bisa dikatakan sebagai miniatur Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakat Kota Depok terdiri dari beragam suku, budaya dan agama.
“Kota Depok sebagai kota penyangga Ibukota DKI Jakarta menjadikan kota ini sebagai kota hunian. Hal ini membuat Depok sendiri bisa dikatakan wilayah yang paling rentan terjadi rawan kerukunan umat beragama,” tuturnya kepada Harian Sederhana.
Karena itu, lanjut Mangaranap, untuk mencegah terjadinya konflik antarumat beragama membutuhkan peran dari semua elemen, baik itu dari pemerintah maupun para pimpinan umat beragama di Kota Depok.
“Pada dasarnya semua golongan agama bisa hidup bersama-sama, tanpa mengurangi hak dasar masing-masing pemeluk agama untuk melaksanakan kewajiban agamanya dengan baik,” katanya.
Mangaranap menjelaskan dalam buku panduan FKUB yaitu Peraturan Bersama 2 Menteri Nomor 8/9 Tahun 2006 menjelaskan kerukunan umat beragama berarti hubungan sesama antar umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dan adanya kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
“Toleransi yang dimaksud adalah menghormati pandangan atau agama orang lain, tidak menggunakan pemaksaan atau kekerasan, jujur terhadap perbedaan dan memberi kesempatan untuk orang yang berbeda agama melaksanakan ibadahnya,” paparnya.
Sementara itu, lanjutnya, kerjasama yang dimaksud sendiri adalah realitas hubungan sosial dalam bentuk tindakan nyata, seperti tolong menolong antar umat beragama. Untuk kesetaraan sendiri, sambungnya, yang dimaksud adalah tidak ada superioritas, tidak diskriminatif dan terjadi hubungan timbal balik.
“Untuk di Depok, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok sudah melaksanakan sejumlah kegiatan yang bertujuan memulai tindakan awal kebersamaan, seperti Kemah Pemuda Lintas Agama, Dialog Pemuka Lintas Agama dan kegiatan bersama pawai atau jalan pagi bersama,” paparnya.
Meskipun sudah ada beberapa kegiatan, dirinya berharap agar Pemkot Depok memaksimalkan peran dari FKUB dan forum lintas agama lainnya dalam menjaga kerukunan umat beragama di Kota Depok.
Hal ini dikarenakan FKUB juga dapat berperan dalam pendalaman nilai spiritual yang implementatif, menjauhkan rasa saling curiga antar pemeluk agama, serta meningkatkan pemahaman umat bahwa perbedaan adalah keniscayaan.
“Peran FKUB sangatlah besar, bahkan sebagai garda terdepan dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. FKUB tentulah harus siap menghadapi tantangan yang tidak bisa dihindari. Indentifikasi kekuatan atau kelemahan internal dan eksteral harus segera dilakukan,” katanya.
Dengan dimaksimalkannya peran FKUB dan forum lintas agama lainnya maka kerawanan kerukunan umat beragama dapat diminimalisir. Selain itu, para pimpinan umat beragama di Kota Depok juga harus diberikan pembekalan tentang pentingnya kerukunan umat beragama.
“Harus diakui Depok memang ada potensi rawan kerukunan umat beragama. Tapi kalau pencegahan itu dilakukan sejak dini, tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti semboyan negara kita, Bhinneka Tunggal Ika, Berbeda-beda tapi tetap satu jua,” tandasnya. (WS/HS/SG)









