Politisi Gerindra itu juga menegaskan, TDU adalah tahapan relokasi PKL yang mesti dilakukan. Sesudah melaksanakan pendataan pedagang. Kalau sekarang ada data PKL Lawang Saketeng-Jalan Pedati ada 696 itu darimana. Kan pendataan baru dimulai?
“Surat edaran soal TDU juga baru diterbitkan pada 5 Maret 2020. Dan perlu diingat bila TDU itu adalah untuk database pemkot,” paparnya.
Masih kata dia, bahwa dalam Perpres tersebut tertera bahasa bahwa TDU diperuntukan untuk pedagang yang ber-KTP kota atau kabupaten setempat. Namun, ia mengatakan bahwa pihaknya belum mendalaminya.
Diakuinya, kalaupun memang khusus Kota Bogor, PKL yang dapat TDU khusus warga kota hujan, lalu bagaimana PKL yang bukan warga Kota Bogor.
“Kalau pemerintah tak mau mengakomodir, saya tanya. Ada tidak larangan dagang di pasar bagi yang bukan warga daerah tertentu. Dasarnya apa? Alasan logisnya apa?. Jangan artikan TDU untuk alat menakuti pedagang,” tegasnya.
Kata dia, Walikota Bima Arya sudah berjanji bakal menerbitkan TDU bagi seluruh PKL Lawang Saketeng-Pedati. Menurutnya bila ada statemen, bila PKL yang tak ber-KTP Kota Bogor harus masuk ke dalam pasar sebelum direlokasi agar bisa berdagang. Itu tak ada korelasinya.
“Yang berhak mutuskan itu Dinas UMKM. Perumda PPJ hanya mengelola, lagipula Lawang Saketeng-Jalan Pedati bukan radiusnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan apakah di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 70 Tahun 2013 tentang pendaftaran perdagangan ada larangan bila pedagang non warga setempat dilarang berjualan di pasar. “Jadi jangan ada kegagal pahaman yang menbuat gejolak di masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa PKL eks Jalan Roda yang kini menempati lantai 3 Pasar Bogor sudah tak bisa disebut PKL, melainkan UMKM. “Saya juga tanya ada tidak syarat masuk pasar harus gunakan TDU,” tandasnya. (*)
