Menu

Mode Gelap
Senin, 15 Desember 2025 | 16:04 WIB

Bogor

PPP Tolak Rencana Perda Utang

badge-check


					PPP Tolak Rencana Perda Utang Perbesar

Harian Sederhana, Bogor – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menerapkan obligasi daerah, terus mendapat kritikan. Kali ini, giliran Ketua Fraksi PPP DPRD, Zaenul Mutaqin (ZM) yang angkat bicara. Menurutnya penerapan kebijakan tersebut belum layak dilakukan oleh Kota Hujan.

“Saya tidak setuju dengan penerapan kebijakan obligasi. Karena SILPA saja tiap tahun sudah besar. Bahkan, SILPA tahun ini bisa mencapai Rp300 miliar,” kata Zaenul, Rabu (11/12).

Selain itu kata dia, bahwa defisit APBD selalu terjadi. “Masa sudah defisit pemkot harua siapkan uang lagi untuk bayar bunga,” ujar ZM sapaan akrabnya.

ZM juga mempertanyakan terkait jargon ‘Bogor Not For Sale’ yang sempat digaungkan Walikota Bima Arya saat periode pertama, apakah jargon itu masih berlaku.

“Kalau mengeluarkan perda obligasi ya berhutang, itu sama saja menjual, kemudian rakyat yang harus membayar bunga obligasi itu,” jelasnya.

Selain itu, ZM juga mempertanyakan urgensi dari obligasi dengan pembangunan GOR Kayumanis dan RSUD Tipe C di tiap kecamatan. Karena kalau untuk pembangunan GOR dan RSUD bisa minta ke pusat atau provinsi.

“Lagipula kan sekarang sudah ada puskesmas rawat inap. Lebih baik itu saja dimaksimalkan. Kan pembangunan itu bisa bertahap,” katanya.

Lebih lanjut, ZM juga menilai bahwa tanpa obligasi, pemkot pun kesulitan dalam menyerap bantuan keuangan pemerintah provinsi maupun pusat.

“Proyek DMA dan jaringan pipa distribusi PDAM saja tak terserap. Kemudian proyek gedung perawatan baru RSUD jiga nyaris tak selesai. Bagaimana mau jual obligasi,” ungkapnya.

ZM menegaskan bahwa kebijakan obligasi bukanlah instruksi presiden, melainkan saran dari pemerintah pusat, bila daerah ingin melakulan percepatan pembangunan. “Bukan instruksi presiden, itu hanya saran saja,” ucapnya.

Ia menambahkan, sejauh ini dewan belum mendapat pemaparan secara reami terkait kajian penerapan obligasi. “Setiap kebijakan itu harua dikomunikasikan karena ini menyangkut anggaran. Ingat DPRD punya hak budjeting,” katanya.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Puslitbang Pelatihan dan Pengawasan Kebijakan Publik (P5KP), Rudi Zaenudin meminta pemkot berpikir ulang dan tidak ngotot untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Obligasi Daerah dan Dana Cadangan.

Pasalnya, pemerintah harus mengukur kekuatan keuangan daerah. “APBD Kota Bogor ini pas-pasan hanya Rp2,5 triliun, kecuali kalau sudah kelebihan uang,” ungkapnya.

Rudi menuturkan bahwa penerapan obligasi tentu harus menempuh hitungan matang. Sebab, pemerintah setiap tahun mesti mengendapkan dana dan membayar bunga obligasi minimal selama 10 tahun.

“Kebijakan ini kalau dipaksakan dapat memicu konflik di kemudian hari. Sebab, tentunya akan menjadi beban kepala daerah baru,” imbuhnya.

Selain itu, alasan pemkot menerapkan kebijakan obligasi untuk membangun sarana prasarana yang dapat menambah pundi-pundi kas daerah dengan membangun GOR dan RSUD Tipe C, tidaklah tepat.

“Ya, nggak tepat. RSUD Tipe C itu kan kebanyakan akan dipergunakan oleh orang tak mampu. Bagaimana mau cari keuntungan, kalau mencari untung sama saja komersil. Nah, kalau GOR berapa sih retribusinya, nggak besar juga,” pungkasnya. (*)

Facebook Comments Box

Baca Lainnya

Jaringan Dealer ke 53 Chery Ada Kota Bogor, Ini Lokasinya

19 Agustus 2025 - 16:38 WIB

Program Skrining Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Kota Depok Dimulai Februari 2025

13 Januari 2025 - 10:58 WIB

Ilustrasi pemeriksaan kesehatan.

Angka Kehamilan di Bogor Tinggi Saat Pandemi Covid-19

4 Juni 2020 - 02:56 WIB

Beras Bansos di Gunung Putri Kurang Berkualitas

3 Juni 2020 - 22:40 WIB

Jalur Puncak Berlapis Sekat TNI, Polisi dan Dishub

3 Juni 2020 - 22:34 WIB

Trending di Bogor