Harian Sederhana, Bogor – Sejak direlokasi ke Jalan Nyi Raja Permas, eks para Pedagang Kaki Lima (PKL) Taman Topi mengeluh sepi pembeli, bahkan mereka terancam bangkrut karena pendapatan terus mengalami penurunan drastis.
Seperti diketahui, kawasan Taman Topi menjadi salah satu titik target penataan PKL, sehingga setidaknya ada 240 PKL direlokasi
oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sejak 6 Agustus 2019 lalu.
Menghadapi kondisi demikian, merekapun mengancam akan kembali berjualan di tempat semula apabila pemerintah tak mampu memberikan solusi.
Ketua Paguyuban PKL Taman Topi, Umar Sanusi mengatakan, sejak berjualan di Jalan Nyi Raja Permas omsetnya menurun drastis, bahkan tidak ada yang beli.
“Jualan disini sepi kayak kuburan. Dari tanggal 6 Agustus sampai sekarang dagangan sandal saya saja laku tiga pasang, bahkan pedagang lain ada yang nihil. Kalau terus-terusan begini dan tak ada solusi, kami lebih baik jualan di tempat semula,” kata Uci, Selasa (27/8).
Padahal, kata pria yang akrab disapa Uci ini, sebelum direlokasi ke Nyi Raja Permas, pedagang bisa menjual enam hingga 10 pasang sepatu atau sandal.
“Kalau sekarang ini anjlok banget, pedagang sekarat. Bayangin dari hari pertama relokasi sampai sekarang baru laku tiga pasang,” keluhnya.
Uci mengatakan, sejauh ini pedagang masih berupaya untuk bertahan berjualan di tempat relokasi sampai pemerintah memberikan solusi untuk meramaikan tempat jualan mereka.
Menurut Uci, pihaknya telah meminta Dinas Koperasi dan UMKM untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat atau membuat bazaar murah di Nyi Raja Permas.
“Tuntutan kami begitu. Mudah-mudahan saja ramai. Sampai sekarang kami masih nunggu langkah dari Pemkot Bogor. Kalau tidak ada solusi, baru kita bergerak,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Bogor dari Fraksi Gerindra, Mahpudi Ismail mengatakan bahwa merelokasi PKL itu bukanlah hal yang sederhana lantaran pemerintah juga mesti memikirkan nasib pedagang pasca direlokasi, yang notabenenya merupakan warga Kota Bogor.
“Pemerintah mindahin PKL kemana saja juga bisa, walau ke Gunung Salak sekalipun. Tapi yang jadi masalah bukan bisa atau tak bisa. Namun, pasca relokasi bagaimana kesejahteraan pedagang, laku atau tidak dagangannya. Itu juga menjadi tanggung jawab pemerintah,” jelasnya.
Mahpudi menilai munculnya keluhan pedagang tak lain lantaran tidak matangnya kajian relokasi PKL Taman Topi, seperti halnya dialami juga oleh pedagang malam Suryakancana. “Harusnya dikaji juga soal akses ke tempat relokasi, mudah terjangkau tidak dari jalur utama. Kemudian sarana prasarana harus disiapkan dengan baik,” katanya.
Terkait adanya ancama pedagang untuk kembali berjualan di Taman Topi. Mahpudi menyatakan bahwa apabila dilihat dari sisi aturan itu tidak benar, namun bila melihat sisi kebutuhan hal itu tidak bisa disalahkan.
“Kalau dari kacamata aturan salah. Tapi bila urusan perut ya tidak. Sebab, kalau terus-terusan sepi tanpa ada solusi, tentu akan mengganggu perekonomian PKL,” kata Politisi Gerindra itu.
Mahpudi menyatakan, seharusnya Pemkot Bogor belajar ke Jogjakarta yang pemerintahnya melakasanakan berbagai event di tempat relokasi PKL untuk menarik warga dan mensosialisasikan tempat berjualan baru. Atau, sambungnya, pemerintah dapat melakukan penataan dan memberlakukan sistem zonasi di area tersebut.
“Jalan Malioboro yang sudah mendunia saja, tetap ada PKL. Tapi mereka ditata, harusnya hal itu juga bisa ditiru oleh pemkot,” pungkasnya









