Harian Sederhana, Bogor – Rencana pemindahan pemerintahan Kota Bogor di lokasi Danau Bogor Raya yang berbarengan dengan usulan TOD LRT mendapat terus menuai sorotan.
Sebelumnya, kalangan legislatif meminta kepada Pemkot Bogor untuk mengkaji secara mendalam serta mengikuti peraturan tata ruang yang ada.
Sorotan tajam terhadap recana itu juga diungkapkan ketua Keluarga Masyarakat Peduli Bogor (KMPB) Robbi Faisal. Dia meminta bahwa Pemkot Bogor jangan asal menerima usulan yang diajukan untuk TOD LRT di Danau Bogor Raya, tetapi harua dilihat berbagai aspek aspek menyangkut perencanaan itu.
Salah satunya, kata dia aspek sosial menyangkut masyarakat. Jangan sampai hanya mengejar kepentingan bagi pihak pengusaha saja, tetapi mengesampingkan kepentingan masyarakat.
“Kami juga mempertanyakan kepada Pemkot Bogor, kenapa TOD LRT itu harus di Danau Bogor Raya, padahal disitu area bisnis komersial. Bagaimana nasib masyarakat disekitarnya dengan adanya rencana itu,” kata Robbi.
Ia menjelaskan, rencana TOD LRT di Bogor Raya sangat singkron dengan proyek Interchange Sumarecon yang berada di Kampung Parung Banteng, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur.
Bahkan kata dia, pembangunan interchange itu tidak memprioritaskan aspek sosial yang menyangkut kepentingan warga.
“Ya, sampai saat ini belum dilakukan pembebasan lahan milik warga sebagai salah satu persyaratan pembangunan interchange itu. Bahkan ada lahan milik warga yang akhirnya terisolir akibat proyek on ram interchange 43,1 KM Tol Jagorawi itu,” ujarnya.
Dia berpendapat, proyek interchange itu salah satunya, menimbulkan dampak buruk bagi warga. Maka untuk rencana TOD LRT di Bogor Raya juga jangan asal diwujudkan, karena akan banyak dampak yang ditimbulkan nantinya.
“Kami meminta Kepada Pemkot Bogor untuk mengkaji secara mendalam dengan melibatkan berbagai aspek aspek, terutama yang menyangkut dampak ke masyarakat,” tegasnya.
Melihat situasi kondisi saat ini, di kawasan pintu tol Jagorawi Ciheleut atau pintu masuk ke Bogor Raya saja sudah sering terjadi kemacetan, apalagi kalau hari Sabtu dan Minggu, kemacetan sangat panjang.
Dia menambahkan, bagaimana nantinya jika disitu juga ada TOD LRT, pasti menjadi pusat terjadinya bangkitan lalulintas yang sangat luar biasa. Dampak lain pun akan terjadi.
“Ini harus diantisipasi, bukan sekedar kajian kajian, namun harus dilakukan publik hearing kepada masyarakat untuk mengetahui rencana proyek itu. Sosialisasikan dulu ke warga dan mengantisipasi dampak dampaknya,” jelasnya.
Masih kata dia, pembangunan apapun akan berjalan baik apabila perencanaannya sesuai aturan dan tidak merugikan masyarakat. Jadi Harusnya Pemkot Bogor fokus menyelesaikan soal warga di proyek Interchange dulu, baru ngebahas rencana TOD LRT di Bogor Raya.
“Kami menduga bahwa ada kepentingan sepihak yang akan menguntungkan pihak pengusaha dengan rencana TOD LRT di Bogor Raya itu,” tandasnya.
Robbi juga mengatakan, saat ini sedang dilakukan revisi Perda RTRW, dan belum mendapat kesepakatan ataupun di paripurnakan oleh DPRD Kota Bogor. Ketika TOD LRT itu diusulkan di Bogor Raya, apakah hal itu sudah sesuai dengan Perda RTRW nya.
“Harus sesuai dengan tata ruangnya, pembangunan apapun harus melaksanakan amanah Perda. Jadi, sebaiknya Pemkot Bogor menunggu dulu revisi Perda RTRW dan tidak bernafsu langsung menyetujui rencana TOD LRT di Bogor Rata,” pungkas dia. (*)









