Harian Sederhana, Bogor – Alokasi anggaran untuk tunjangan guru dipangkas. Hal itu berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020.
Akibatnya, Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengkritisi terbitnya Perpres tersebut karena dinilai merugikan.”Merugikan sejumlah pihak, yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah situasi penyebaran virus corona (Covid-19),” tulis Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli, dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin, (20/4).
Ramli menyebutkan, dalam perubahan postur dan APBN Tahun Anggaran 2020 tersebut, ada tiga komponen tunjangan guru yang dipangkas.
Pertama, Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk guru PNS Daerah (PNSD) yang dipangkas sebesar Rp3 triliun, dari Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun. Kemudian, alokasi tambahan penghasilan (Tamsil) guru PNSD, dari Rp698,3 triliun menjadi Rp 454,2 triliun.
“Pemotongan dilakukan terhadap tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun,” terangnya.
Selain tunjangan guru disunat, IGI juga menyoroti pemangkasan anggaran pendidikan lainnya. Contohnya, pemotongan anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dari semula Rp54,3 triliun menjadi Rp53,4 triliun.
Kemudian, Bantuan Operasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan bantuan operasional pendidikan kesetaraan juga disunat, dari semula Rp4,475 triliun menjadi Rp4,014 triliun. “Lalu bantuan operasional pendidikan kesetaraan dipotong dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun,” jelasnya.
Ramli menyarankan pemerintah memotong anggaran pos tak bermanfaat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ketimbang menyunat anggaran tunjangan guru untuk penanganan Covid-19. Ia mencontohkan anggaran peningkatan kompetensi guru di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud.
“Tak banyak bermanfaat seperti anggaran organisasi penggerak yang lebih dari setengah triliun dan anggaran lain terkait peningkatan kompetensi guru oleh Kemendikbud dialihkan saja untuk corona,’ tegasnya.
Ramli menilai program organisasi penggerak tidak akan mampu mendongkrak kompetensi guru, yang sampai saat ini belum terselesaikan. Ini merupakan masalah lawas dan belum ada solusi, serta hanya menghamburkan anggaran.
“Kami pun sepenuhnya yakin organisasi penggerak tak akan mengubah banyak hal terkait kompetensi guru” ungkapnya.
Ia pun berharap Kemendikbud ikut mengambil peran dan berempati dengan membantu guru agar tidak berkurang pendapatannya. Ia menilai lampu hijau dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam penggunaan dana BOS untuk menggaji guru non PNS, belum cukup.
Ramli menyebut, sejumlah guru justru membantu muridnya yang kesulitan ekonomi dengan membelikan pulsa internet, agar bisa mengikuti pembelajaran daring.
“Anggaran Kemendikbud yang lebih dari Rp70,7 triliun tidak banyak berubah. Karena itu, kami berharap Kemendikbud memiliki rasa empati yang tinggi terhadap guru-guru kita yang mengalami dampak dari pandemi Covid-19 ini, jangan sampai ada yang berkurang pendapatannya,” ujarnya. (*)









