Harian Sederhana, Bogor – Ambruknya ruang paripurna di lantai 4 Gedung DPRD Kota Bogor di Jalan Pemuda Tanah Sareal membuat 50 anggota dewan dan PNS yang beraktifitas digedung tersebut was-was, karena keselamatannya terancam.
Seperti diketahui, dinding sopi-sopi Gedung DPRD ambruk pada Sabtu (26/10) sore. Akibatnya, dinding tersebut menimpa plafon ruang rapat paripurna di lantai 4. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu karena terjadi pada saat hari libur kerja. Tetapi kejadian tersebut dikhawatirkan kembali bahkan diruangan lain.
Kejadian itu menuai sorotan sejumlah dewan, tak terkecuali Saeful Bakhri Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dirinya meminta kontruksi dikaji ulang secara koperhensif, untuk mengetahui apa yang menjadi faktor kegagalan kontruksi tersebut.
“Kalau kegagalan kontruksi, kita harus mundur kebelakang, bagaimana proses lelang dan perencanaan pada gedung ini, kok bisa ambruk seperti ini,” kata Saeful, Minggu (27/10).
Dia melanjutkan, setelah itu dilanjut pada tahap pelaksanaan, apakah sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB), spesifikasi bahan yang dipasang atau tidak.
“Setelah itu, masuk ke proses pengawasan yang dilakukan oleh konsultan. Kan mereka dibayar uuntuk mengawasi proses pelaksanaan pembangunan,” jelasnya.
Diakuinya, Gedung DPRD tersebut kan gedung baru, dan.l menelan anggaran yang sangat besar. Sehingga pasti pelaksana sudah selesai melaksanakan proses pemeliharaannya.
“Kalau memang ini faktor alam, apa dasarnya harus dijelaskan juga. Jangan setiap, ada bangunan yang ambruk atau gagal kontruksi faktor alam yang disalahkan,” tegasnya.
Dia berpendapat, kalau tidak ada kajian tentang dua hal itu, maka secara pribadi dia mengaku khawatir terjadi hal serupa dan menimpa rekan anggota dewan.
“Untungnya kemarin lagi libur, coba kalau pada saat ambruk lagi ada rapat paripurna bisa saja ada atau mungkin banyak korban,” tandas dia.
Sementara Ketua Forum Pemerhati Pembangunan dan Jasa Konstruksi (FPJKP), Thoriq Nasution mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi akibat kegagalan struktur dan arsitektur pada proyek senilai Rp72,7 miliar itu.
“Ada kesalahan di konstruksi dinding sopi-sopi dan tidak ada struktur pengikat berupa pembesian. Hanya ditempel saja, makanya ketika angin kencang rubuh,” kata Thorik.
Thoriq menyatakan bahwa ada indikasi penyimpangan saat pemasangan dinding sopi-sopi. Kendati demikian, ia mengaku belum mengetahui sejauh mana. “Saya kan belum lihat gambar pembangunan gedung itu. Apakah ada penyimpangan di perencanaan atau pelaksanaan,” jelas dia.
Dia berependapat, dengan adanya peristiwa tersebut, mau tak mau dinding yang rubuh tersebut harus dipasang beton sloop dan balok, agar lebih kokoh. “Ini kan bangunan tinggi, harusnya dinding itu diperkuat,” tegasnya.
Masih kata Thorik, rangka plafon pun tergolong lemah karena hanya mengandalkan kawat untuk menahan plafon tanpa dilengkapi dengan balok. “Setelah dilihat, ternyata plafon hanya digantung dengan kawat. Kemudian, rangkanya hanya menggunakan baja ringan selebar 2,5 centimeter. Idealnya itu 4 centimeter. Lalu tidak ada balok induk untuk penyangga,” tandas dia. (*)









