Harian Sederhana, Depok – Rencana pemerintah menghapus tenaga honorer menimbulkan kekhawatiran bagi pegawai yang berstatus tersebut di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. Salah satunya, Tison seorang tenaga honorer di salah satu dinas yang ada di lingkungan Pemkot Depok.
“Saya baru tahu ya kabar tenaga honorer mau dihapus. Jadi was-was, harus bagaimana ini menghidupkan keluarga?” kata Tison ketika ditemui pada Rabu (22/01).
Jika kebijakan tersebut terealisasi, Tison mengaku tak punya pekerjaan lagi. Pun seandainya harus mencari kerja, dia mengaku bingung mencari kerjaan karena usianya sudah menginjak 50 tahun.
“Bingung mau bagaimana? Saya sudah lama jadi tenaga honorer di Pemkot Depok. Saya harap ada kebijaksanaan dari pemkot untuk memperhatikan para tenaga honorer yang nasibnya seperti ini,” tuturnya.
Tak hanya Tison, tenaga honorer lainya, Jujun Rosandi pun mengaku bingung. Pria tiga anak ini mengatakan, wacana tersebut malah bertolak belakang dengan janji pemerintah.
“Kok jadi berbeda yah regulasi tahun lalu sebelum Pak Jokowi dilantik jadi presiden. Tahun lalu itu (ada) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dibuka tiap tahunnya,” kata Jujun.
Menurutnya, lowongan P3K ini sebagai solusi bagi tenaga honorer yang notabene secara administrasi tidak bisa masuk jalur PNS. Karena sudah memasuki usia lebih. “Waktu itu kita girang dan legowo dengan kebijakan itu. Pas beliau dilantik kok jadi berbeda malah mau dihapus tenaga honorer ini,” katanya.
Namun, Jujun mengaku mendapat informasi terbaru soal rencana penghapusan tenaga honorer yang dimasukkan ke P3K. Hal ini tentunya membuat dirinya bingung dengan kabar tersebut.
“Ini lagi ada kabar secara bertahap dimasukan ke P3K. Ini tentu jadi kabar gembira, tapi jangan bicara di media saja dan PHP sepanjang hayat, tanpa ada payung hukum, sehingga menjadi bola liar,” katanya.
Pemkot Depok Janji Angkat Tenaga Honorer Jadi P3K
Sementara, itu Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Depok menyatakan tetap mengikuti arahan pemerintah pusat mengenai rencana penghapusan tenaga honorer.
Sekretaris BKPSDM Kota Depok, Mary Liziawati mengatakan, arahan itu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018. Dalam PP disebutkan bagi pegawai non-PNS secara bertahap dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) sampai jangka waktu lima tahun.
“Di PP 49 Tahun 2018 pasal 99 ini tenaga honorer dialihkan menjadi P3K sampai jangka waktu lima tahun,” kata Mary ketika dikonfirmasi pada Rabu (22/1/2020).
Mary menuturkan, berdasarkan pasal 99 tersebut, pegawai non-PNS yang bertugas di instansi dalam jangka lima tahun sebagai pegawai, dapat diangkat menjadi P3K. Persyaratan tersebut pun mengikuti catatan, jika memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah.
Dengan demikian, ia mengatakan, pengangkatan tenaga honorer menjadi P3K ini harus mengikuti prosedur melalui seleksi. Seleksi P3K, kata dia, hampir sama dengan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). “Melalui penetapan formasi terlebih dulu dari Menpan RB,” ucap Mary.
Namun, hingga kini belum ada pegawai hanorer yang ditetapkan menjadi pegawai P3K, meskipun tahapan seleksi telah dilakukan. Pasalnya, pemerintah pusat belum menegaskan peraturan terhadap para pegawai tersebut.
“Ada 150 honorer yang lulus seleksi P3K, tapi belum kami tetapkan. Karena belum ada arahan pengangkatan dari pusat, termasuk bagaimana skema penggajian mereka,” jelasnya.
Ia menegaskan, keberadaan honorer di lingkup kerja Pemkot Depok sangat dibutuhkan melihat keterbatasan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun kebutuhan pegawai yang dibutuhkan kota berjuluk seribu belimbing ini sekitar kurang lebih 13 ribu orang.
“Honorer di Kota Depok sangat dibutuhkan karena jumlah PNS belum mencukupi, sedangkan penerimaan CPNS masih berdasarkan kuota dari Menpan RB karena itu kami masih perlu tenaga non-PNS,” katanya.
Menurut dia, jumlah honorer di seluruh Perangkat Daerah (PD) Kota Depok ada sekitar 6.809 orang. Nilai penggajian mereka diakui Mery berdasarkan kebijakan setiap kedinasan di tempat mereka bekerja.
“Kalau soal gaji mengikuti kebijakan di masing-masing kedinasan,” tandasnya. (*)









