Harian Sederhana, Depok – Kepolisian Resort Metro Depok melalui Tim Srikandi berhasil mengungkap jaringan prostitusi online yang mana memperjualbelikan remaja di bawah umur di apartemen di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (23/01) dini hari.
Kapolres Metro Depok, Komisaris Besar Polisi Azis Andriansyah menuturkan, terbongkarnya kasus ini bermula saat adanya laporan kehilangan anak dari salah satu orang tua korban yang merupakan warga Depok.
Orang tua itu melaporkan kalau anaknya yang berinisial SA (15) menghilang sejak 31 Desember 2019, sebelum malam pergantian tahun baru. Kepolisian pun langsung bergerak mengumpulkan keterangan para saksi dan petunjuk yang ada.
Dari hasil penelusuran tersebut, polisi pun berhasil akhirnya berhasil melacak keberadaan SA. Usut punya usut, SA ternyata diketahui berada di salah satu kamar apartemen di wilayah Kalibata.
“Dari situ kami bekerja sama dengan pihak sekuriti apartemen, kemudian kita lakukan penggeledahan yang diduga tempat anak yang hilang tersebut. Dan benar, ternyata anak itu ada di sana,” tuturnya Azis kepada wartawan.
Ternyata saat kepolisian melakukan penggeledahan, bukan hanya SA sendiri yang ada berada di kamar tersebut. Polisi juga menemukan tiga perempuan lain dan tiga pria yang berada dalam satu kamar bersama SA.
Tiga perempuan tersebut adalah SS (17), NZ (15), dan JC (15). Untuk tiga pria yang juga ada di dalam kamar itu berinisial FD (16), NF (19), dan JF (39). SA sendiri diketahui masih berstatus pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Dari hasil interogasi beberapa remaja perempuan di bawah umur tadi itu, ternyata mereka telah dimanfaatkan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersil). Mereka dijajakan atau ditawarkan oleh seorang berinisial JF dan FD,” kata Azis.
Dari keterangan para pelaku, Azis menyebut kalau mereka memasang tarif Rp 900 ribu untuk sekali kencan. Para joki atau pengantar ini diketahui mendapatkan imbalan Rp 50 sampai Rp 100 ribu. Sisanya, dibagi-bagi dengan mucikari.
“Ditawarkannya dengan sistem online melalui aplikasi tertentu. Jadi ditegaskan, awalnya ini laporan anak hilang namun berkembang jadi arah pidana,” ucap Azis.
Selama di apartemen, beberapa wanita di bawah umur tersebut diduga sempat mengalami kekerasan fisik. “Ya, ada beberapa perempuan yang memang sukarela (jadi PSK), namun ada juga yang mengalami luka di badannya, luka fisik. Kalau yang anak hilang (SA) tidak dilukai,” ungkap Azis.
Azis menegaskan, dengan pengungkapan kasus ini, pihaknya berhasil menyelamatkan SA dari dugaan bisnis prostitusi tersebut. Guna penyelidikan lebih lanjut, kasus ini akan dikoordinasikan dengan Polres Jakarta Selatan.
“Karena TKP ada di wilayah Jakarta Selatan maka kami akan berkoordinasi dengan Polres Jakarta Selatan,” ujarnya.
Ia juga menerangkan, dalam sehari para wanita tersebut mampu melayani seks kurang lebih dua sampai empat pelanggan per harinya. Mereka biasa mendapatkan pelanggan dari tersangka JF dan FD.
“Kedua pelaku menawarkan wanita-wanita yang masih muda ini ke konsumen melalui aplikasi chat. Untuk harga Rp 900 ribu, itu yang ditawarkan ke pelanggan. Kadang diberi tips lebih, terkadang ditawar jadi harga belum tentu,” jelasnya.
Diakuinya, kasus sindikat prostitusi anak dibawah umur ini perlu proses identifikasi lebih mendalam. Terutama, bagi sejumlah gadis yang terlanjur masuk dalam pusaran bisnis esek-esek tersebut.
“Terhadap gadis-gadis yang sudah terlanjur ditawarkan oleh para joki seks komersial ini akan kita dalami lebih lanjut prosesnya, jika perlu kita lakukan penyidikan tindak pidana eksploitasi ekonomi maupun seksual terhadap anak,” tandasnya.
Para pelaku yang terlibat dalam kasus ini bakal dijerat dengan ancaman pidana Undang-Undang Perlindungan Anak yang berbunyi, setiap orang yang mengekspolitasi ekonomi atau seksual terhadap anak, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain maka diancam dengan hukuman 10 tahun penjara.
“Adapun barang bukti yang berhasil kami amankan sementara ini masih Hp, nanti kita perdalam bersama dengan Polres Jakarta Selatan,” kata Azis. (*)









