Harian Sederhana, Depok – Rencana pembuangan sampah dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Cipayung ke Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo (Luna) yang diusulkan sejak beberapa tahun lalu diperkirakan baru bisa terealisasi pada tahun 2020.
Salah satu penyebab alotnya proyek itu terkait dengan isu politik. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat, Imam Budi Hartono usah menggelar diskusi perihal TPPAS Regional Luna dengan sejumlah instansi terkait dan warga di Kota Depok, Sabtu (09/11).
Imam mengatakan, alasan yang diutarakan Bupati Bogor, Ade Yasin enggan menyetujui pemakaian lahan tersebut saat ini dikarenakan adanya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkades), yang dilakukan secara serentak di beberapa wilayah di Kabupaten Bogor.
“Jadi menurut beliau (Bupati Bogor), kalau sampah dipindahkan sekarang akan berpengaruh terhadap pemungutan suara kepala desa. Juga, soal kompensasi lahan,” tuturnya.
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi alotnya TPPAS Regional Luna adalah investor yang akan mengelola TPPSA Lulut Nambo mengaku tidak memiliki cukup modal.
“Seharusnya pihak investor telah mempersiapkan segi finansial jauh-jauh hari sebelum menerima proyek tersebut. Masa iya sih Rp 60 miliar saja tidak ada,” kata Imam.
Namun untuk poin anggaran, Imam menegaskan pihaknya akan kembali melakukan pemeriksaan secara mendalam. “Untuk angka pastinya, kami masih harus mengeceknya terlebih dahulu apakah harus ditambahkan atau bahkan dikurangi. Namun, diperkirakan ini membutuhkan dana kurang lebih Rp 60 miliar,” katanya.
“Kita juga akan melihat apakah benar mereka (investor swasta-red) kekurangan dana atau tidak, karena kan memang kendalanya pembebasan lahan untuk pengelolaan sampah tersebut,” timpalnya lagi.
Lebih lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, rancangan pengajuan anggaran pada APBD 2020 mendatang untuk mempercepat penggunaan lahan di kawasan Lulut Nambo sebagai TPPSA juga telah dilakukan pihaknya ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Namun hal itu kembali terkendala karena belum keluarnya persetujuan dari Bupati Bogor. “Kita intervensi terus dan memang harus duduk bersama. Intinya, kami akan mendorong agar tahun ini Kota Depok bisa membuang sampah ke Nambo,” katanya.
Pria yang akrab disapa IBH ini menargetkan di tahun 2020 pembuangan sampah ke TPPAS Regional Luna sudah bisa terealisasi. IBH juga berharap Ade Yasin bisa bersinergi dengan baik.
“Ya ini kan NKRI, jangan karena wilayah saya (Bupati Bogor-red) wilayah lain tidak boleh buang sampah disitu. Sejak awal kan sudah ada perjanjian antara Provinsi Jabar, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan sekitarnya meskipun bukan dia (Ade Yasin), Bupatinya saat itu,” kata IBH.
Sempat Disegel Kontraktor
Dari informasi yang dihimpun, semenjak ditunjuknya PT Dutaraya Dinametro sebagai pemenang tender hingga saat ini investor yang dipilih DLH Jabar yakni PT Jabar Bersih Lestari (JBL), diketahui menunggak pembayaran kepada pihak kontraktor. Akhirnya, pengerjaan cut n fill pun TPPAS Nambo mengalami kendala.
Hal ini juga yang membuat PT Dutaraya Dinametro melakukan penyegelan dengan memasang spanduk berisikan TPPAS Nambo ditutup sementara. Penyegelan dilakukan karena pihak kontraktor gerah terhadap investor yang acap kali sering menjanjikan pembayaran namun tidak terealisasi.
Terkait hal tersebut, Bambang Riyanto selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat menyebut PT JBL memang mengalami permasalahan pendanaan, tapi ada pihak investor dari Singapura yang bersedia memberikan dana segar.
Menurutnya dengan demikian masalah tunggakan terhadap kontraktor cut and fill PT Dutaraya Dinametro akan segera tuntas. Sementara di lapangan penutupan pengerjaan proyek sudah dibuka kembali.
“JBL sudah lapor pada gubernur, mereka sudah mencari alternatif sumber pendanaan baru yaitu dari Singapura dan ini sudah berproses lagi. Selama proses memerlukan proses kan namanya juga juga proyek besar dan mereka tentunya ingin melihat kelayakan, sebelum ada agrement yang perlu disepakati bersama,” tuturnya seperti dikutip dari bisnis.com, Jumat (01/11).
Pihaknya sudah meminta agar investor baru tersebut segera menyelesaikan kesepakatan tersebut. Batas waktu tersebut saat ini belum habis. Selama berproses, JBL memang belum membayar pada sub kontraktor tersebut sebelum kesepatan telah terjadi 100% atau sudah ditandatangani.
“Si kontraktor (PT Dutaraya Dinametro) ini sudah tidak sabar lagi akhirnya mereka melakukan aksi penutupan. Saya sudah rapat dengan JBL, akhirnya JBL juga rapat jarak jauh dengan pihak Singapura. Saat ini sudah ada solusi ada percepatan penyelesaian, direncanakan hari Jumat agreement itu sudah ditandatangani sehingga Jumat ini ada kepastian, sehingga financial injection bisa dilakukan dan masalah dengan kontraktor selesai,” paparnya.
Dalam pertemuan Jumat ini, pihaknya akan mempertemukan JBL dan PT Dutaraya. Direksi JBL sudah menemui perusahaan tersebut ke Bogor dan menjelaskan permasalahan yang terjadi. Pihak Singapura pun sepakat penyelesaian akan dilakukan di Bandung, bukan di Singapura.
“Nanti Singapura akan menjelaskan bagaimana rencana pembayaran mereka akan seperti apa,” katanya.
Tentang TPPSA Nambo
Sementara itu Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna pun berharap rencana pembuangan sampah ke TPPAS Luna bisa segera terlaksana. Sebab, kondisi TPSA Cipayung sudah sangat memprihatinkan.
“Kondisinya sudah over, harus segera dicarikan solusi. Mungkin nanti teknisnya perhari sampah dari Depok sekira 300 ton akan dialihkan ke TPPAS Nambo. Ya kita sih berharap bisa segera terealisasi. Makanya kita duduk bareng,” ujarnya.
Untuk diketahui, sesuai perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kota Bogor dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan beberapa daerah lain seperti Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Tangerang Selatan terjalin kesepakatan akan membuang sampah ke TPPAS Regional Lulut Nambo yang direncanakan beroperasi mulai pertengahan 2020 mendatang.
Atas perjanjian tersebut, Pemerintah Kota Bogor dibebankan untuk membayar tipping fee yang kisarannya Rp 134.000, untuk per ton sampah yang dibuang ke TPPSA Nambo.
Pemerintah Kota Bogor mau tidak mau harus menaati perjanjian bersama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sebab, TPPAS Nambo perlu memproduksi refuse derived fuel (RDF) yang membutuhkan kurang lebih 1.800 ton sampah perhari untuk diolah menjadi RDF.
Nantinya, RDF yang berbentuk padat itu akan dijual ke pabrik semen sebagai bahan bakar pengganti batu bara. TPPAS Nambo memiliki luas lahan sekira 40 hektar. Angka ini jauh lebih luas ketimbang TPA Cipayung yang hanya sekira 10 hektar.
Dari kuota 300 ton sampah per hari tersebut, Pemkot Depok diminta pembayaran Rp 125 ribu per ton yang 10 persennya digunakan untuk membayar Kompensasi Dampak Negatif (KDN) bagi masyarakat sekitar TPPSA Lulut-Nambo atau Luna. (*)









