Harian Sederhana, Bogor – Pembebasan lahan untuk proyek Tol Bogor Out Ring Road (BORR) sesi IIIA di Kecamatan Tanah Sareal, masih menyisakan masalah. Pasalnya sejumlah penyewa lahan yang dibangun lapak untuk usaha tidak mendapat ganti rugi sesuai peraturan. Untuk itu warga kembali melayangkan surat protes ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bogor, Jumat (3/1).
Kuasa hukum warga Kemas M Buyung Akbar mengatakan, surat tersebut menindaklanjuti surat yang dimasukan pada 5 November 2019 dan baru ditindak lanjuti pada 30 desember 2019.
Merespon surat tersebut kata Buyung, pada 30 Desembar 2019 BPN mengeluarkan surat pemblokiran rekening pembayaran dan perubahan peta bidang tanah dan ditembuskan ke pihaknya.
Tapi lanjut dia, mengenai surat perubahan bidang tanah ada bebrapa poin yang dia kritisi, salah satunya kualifikasi tempat usaha karena tidak dicantumkan tempat usaha sembako milik asep dan tempat pijat milik ibu dewi.
“Tempat usaha ini sudah berdiri tahunan dan ini sangat mendasar kesalahannya. Karena secara ganti untung ada hitungangannya mengenai kualifikasi tempat usaha,” kata Buyung, Minggu (5/1)
Poin kedua lanjut Buyung, menganai jumlah volume, dalam berita acara saat pertemuan dengan PU dan PT MSJ akan dilakukan pengukuran ulang. Karena jelas terdapat perbedaan pengukuran.
Dia mencontohkan, ditetapkan ada 49 meter persegi, tetapi sesuai laporan pengukuran dilapangan berjumlah ratusan meter persegi dan sampai saat ini belum ada pengukuran ulang.
Diakui dia, protes itu dilakukan karena tiba-tiba BPN mengeluarkan surat perubahan peta bidang yang bebrapa poin disebutkan namun tidak dijelaskan perlapak yang telah ditetapkan, sementara belum dilakukan pengukuran ulang.
“Jadi saya lihat sangat jauh mis koordinasinya, mis verifikasinya dari administrasinya sangat tidak baik,” tegasnya.
Poin selanjutnya mengenai benda lain yang berkaitan dengan tanah, karena disitu ada beberapa sumur gali dan sumur bor, menurut informasi pergantian sumur bor sekitar Rp9 juta dan sumur gali Rp3-5 juta. Kalau ada 4 sumur gali dan satu aumur bor sudah berapa. “Dan ini sangat jelas merugikan klien kami,” tambahnya.
Mengenai segudang persoalan tersebut, dia berharap Kanwil BPN Jabar memutuskan dan menetapkan kerugian usaha ini langusng diberikan kepada penyewa lapak dalam hal ini warga.
“Ya, karena disini warga yang dirugikan, sebab warga yang membangun lapak untuk usaha, mereka membangun bangunan semi permanen dan ada permanen sesuai berita acara BPN,” ungkapnya.
“Kami yang dirugikan atas usaha selama proyek berlangsung tidak ada kerugian pemilik lahan, karena setelah bangunan dibongkar lahan pemilik masih ada bahkan dibelakangnya sudah kembali disewakan,” ujarnya.
Poin ke empat lanjut Buyung, mengenai surat ke PP untuk menindaklanjuti soal kecelakaan kerja robohnya alat berat crain pada 2 Desember 2019.
Dalam insiden itu, kondisinya kena ke lapak milik Agus Rose, tapi hingga saat ini tidak ada responsip atau konfirmasi apalagi permintaan maaf dari pihak PP.
Padahal menurut dia, itu merupakan pelanggaran karena kecelakaan kerja, ini memperlihatkan kondisi yang tidak baik dari BUMN terhadap pekerjaan yang megakibatkan merugikan warga.
“Bukan masalah besar atau kecil tapi ini insiden kecelakaan kerja, jadi kami minta PT PP datang secara profesional untuk meminta maaf dan memberikan ganti rugi pada warga yang dirugikan,” tandasnya. (*)









