Harian Sederhana, Depok – Quo Vadis Politik Anggaran menjadi bahas diskusi Kumpulan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kalam HMI) Kota Depok yang digelar di JPW Cafe, Grand Depok City pada Selasa, 21 Januari 2020.
Pada diskusi tersebut turut hadir Imam Budi Hartono (Anggota DPRD Jawa Barat), Acep Azhari (Praktisi Pendidikan dan Wirausahawan), Arif Budiman (Konsultan Pajak), Ikra (Sekretaris DPC PDI-P Depok) sebagai narasumber pada diskusi ini.
Furqan Sangiang, salah satu Presidium Kalam HMI menuturkan, kegiatan diskusi ini menjadi ajang memberikan pencerahan dan arahan pembangunan demi terbangunnya Kota Depok menjadi lebih baik.
“Diskusi ini jadi ajang pengabdian kali para alumni HMI untuk Kota Depok. Selain itu, hasil dari diskusi dapat menjadi rujukan pemerintah untuk pembangunan kedepan yang bersahabat,” tuturnya.
Masih di tempat yang sama, Imam Budi Hartono selaku anggota DPRD Provinsi Jawa Barat mengatakan, rendahnya serapan anggaran menimbulkan tingginya sisa lebih penggunaan anggaran atau Silpa 2019. Menurutnya, angka Silpa Rp 615 miliar bukan nilai kecil.
Ia menambahkan, masih dijumpainya masalah terkait, kenyamanan dan kesejahteraan di Depok dengan kondisi APBD Rp 3,5 triliun dinilai sulit diatasi. Meski begitu, lanjutnya, Kota Depok juga mendapatkan bantuan senilai Rp 70 miliar dari Provinsi Jawa Barat.
“Permasalahan Silpa yang cukup besar bisa diselesaikan dengan cara APBD yang pro rakyat. Artinya, kalau selama ini alokasi anggaran Rp 2 miliar per kelurahan itu bisa dinaikkan menjadi Rp 6 miliar per kelurahan tinggal mengkalikan saja. Kan kalau di kelurahan anggaran itu akan terpakai. Sementara, kita bisa mengusahakan dari sumber lainnya seperti dari Propinsi dan Pusat yang selama ini belum digali secara maksimal,” paparnya.
Sementara itu Sekretaris DPC PDIP Kota Depok, Ikravany Hilman mengungkapkan bahwa Kota Depok IPM nomor tiga se-Jawa Barat. Namun, lanjutnya, kenaikannya hanya 1,7 saja bila dibandingkan di Jawa Barat 2,5. Ia menilai, selama ini masih dipertanyakan tingkat pendidikan warga Depok, harapan hidup dan standar layak hidup.
“Bahkan, bila dibandingkan dengan Banyuwangi, Surabaya, Kulonprogo masih kalah Depok. Bayangkan, di Surabaya tiap tahun bisa menurunkan suhu 2 derajat celsius. Kulonprogo bisa menyetop pembangunan minimarket dan yang berkembang adalah pasar tradisional serta UMKM. Apa Depok bisa seperti itu,” katanya.
Acep Azhari mengungkapkan Depok diuntungkan dengan banyaknya perguruan tinggi sehingga meningkatkan IPM. Ia mengungkapkan, Depok tidak memiliki mega proyek selama 15 tahun kepemimpinan PKS. Namun, Ia memiliki ide bagaimana memiliki manusia unggulan dengan pemikiran luar biasa.
“Kota ini masih punya pemasukan baru, bisa saja investasi ke kota dan kita yang punya potensi. Misalnya, tidak di Cianjur. Membangun infrastruktur berpikir jadi mega proyek pemikiran yaitu pemerintah memiliki pola pikir entepreneur,” tandas Acep. (*)









