Harian Sederhana, Depok – Puluhan pelajar akhirnya diamankan Kepolisian Polresta Depok usai insiden pengrusakan Gedung Sekolah SMK Izzata di Jalan Raya Cipayung, Kota Depok pada Rabu (16/10). Para pelajar tersebut diketahui berasal dari dua sekolah yang memang musuh bebuyutan.
Kapolresta Depok AKBP Azis Andriansyah menuturkan, dari 30 orang pelajar tersebut lima diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah AF (17), EM (18), AD (18) terlibat dalam dugaan tawuran yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan RM (16), dan RK (15) terlibat perusakan fasilitas sekolah. Diakuinya kedua kasus tersebut saling berhubungan.
Awalnya dua remaja yang tergolong senior dari kedua sekolah berseteru tersebut pada tanggal 14 Oktober 2019 lalu bertemu. Disaksikan adik-adik tingkatannya, mereka berkelahi, satu diantaranya terluka.
“Jadi mereka ini pentolannya. Satu dari SMK IZ yang satunya dari SMK KB, mereka seperti memberi contoh kepada adik-adik kelasnya (kekerasan), ketika saling bacok menggunakan celurit satu diantaranya terluka di bagian tangan bahkan hampir putus. Dari situlah, awalan tawuran itu,” tutur Azis di Mapolresta Depok, Kamis (17/10) malam.
Tak berhenti disitu, saling adu kekuatan dilakukan oleh para pelajar dari kedua sekolah tersebut mereka kembali melakukan pertemuan di Jalan Raya Sawangan tepatnya depan Perumahan BDN, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Cimanggis pada tanggal 15 Oktober 2019 kemarin.
Disitulah, mereka melakukan aksi tawuran yang akhirnya menewaskan satu orang pelajar dari SMK KB. Korban telah dibawa oleh orang tuanya dan dimakamkan di Cirebon Jawa Barat. Rekan-rekan korban tidak terima dan melakukan penyerangan ke sekolah Izzata pada Rabu, 16 Oktober 2019 dini hari.
Atas kejadian tersebut, menurut Azis pihaknya memberikan tindakan tegas tersangka AF (17) yang terlibat pembacokan awal dikenakan pasal 351 KUHP, terkait penganiayaan yang menyebabkan luka berat dengan ancaman lima tahun penjara.
“Untuk kejadian pertama ini pelakunya dibawah umur, sedangkan korbannya orang dewasa. Kini yang bersangkutan dititipkan di lembaga penempatan anak sementara merujuk Undang-Undang Perlindungan anak,” Katanya.
Sementara itu untuk pelaku berinisial EM (18) dan AD (18) mereka terlibat dalam pembacokan korban GM hingga meregang nyawa. Keduanya dikenakan pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kemudian, dua tersangka lainnya yaitu RM (16) dan RK (15) diketahui berperan aktif dalam penyerangan dan pengrusakan Gedung SMK Izzata. Mereka dikenakan pasal berlapis yaitu 170 KUHP dan 406 KUHP dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara.
“Untuk kejadian yang menewaskan pelajar itu, pelakunya orang dewasa (senior SMK KB) sedang korbannya masih dibawah umur. Mereka kami lakukan penahanan, sedangkan untuk kasus perusakan sekolah kita titipkan juga di lembaga penempatan anak sementara,” terangnya.
Selanjutnya, 25 orang yang telah diamankan petugas ditetapkan sebagai saksi dalam keseluruhan kasus tersebut. Mereka akan dikembalikan kepada pihak keluarga dan diberikan pembinaan. “Puluhan pelajar lain ini penggembira mereka memang datang dan mengetahui penyerangan di sekolah,” tandasnya.
Selama ini, Polresta Depok telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir tawuran dikalangan remaja. Namun sayangnya insiden anarkis tersebut kerap terjadi memanfaatkan kelengahan petugas.
“Berbagai upaya dilakukan seperti langkah preventif dengan melibatkan unsur Binmas dan Sabhara, langkah represif dengan pembinaan hingga penegakkan hukum. Kedepan apabila tidak ada perubahan tentu kepolisian akan memberikan peringatan keras,” tandasnya.
Sementara itu dari pantauan di Mapolresta Depok terlihat orang tua para pelajar tersebut duduk dan mendengarkan penjelasan mengenai kejadian tawuran yang menjadi pemicu perusakan fasilitas sekolah SMK Izzata pada Rabu 16 Oktober 2019 kemarin.
Salah satu orang tua siswa mengutarakan kesedihan mendalam terkait perilaku anarkis yang dilakukan oleh kumpulan pelajar tersebut. Selama ini dirinya mencari uang untuk membiayai anak kebanggaannya.
“Kalian kami sekolahkan biar pintar, membanggakan kami sebagai orang tua. Jangan dikira gampang mencari uang untuk ongkos, belum lagi ketika merengek minta handphone, habis pulsa, minta dibelikan motor, apalagi minta uang untuk membeli rokok,” tutur wanita berkerudung yang merupakan kakak seorang pelajar berinisial SD.
Setelah seluruh kebutuhan tercukupi, menurut dia, si adik itu malahan lalai dan memilih melakukan kegiatan yang negatif seperti kongkow, tidak mau belajar, main di luar rumah hingga larut malam.
“Kalian di rumah bukan tidak diperdulikan orang tua, ingat tidak pernah ada satupun orang tua yang menginginkan anaknya gagal. Kamu dan anak-anak lainnya dilahirkan, karena kasih sayang,” bebernya.
Dirinya menegaskan kepada sang adik untuk setop membuat ulah dengan aksi tawuran, melukai orang lain ketika kasus hukum membelit mereka orang tualah yang menjadi korban.
“Baru kemarin saya dipanggil kepolisian (terkait pelajar yang mau demo ke Jakarta), diimbau Pak Polisi agar menjaga murid. Dalam hati saya bilang amit-amit kalau datang lagi kesini (kantor polisi), eh malah keluarga saya sendiri terjerat kasus. Kakak malu dek,” pungkasnya.
Usai mengucapkan seluruh kekesalan yang ada di dalam hati, SD kemudian mendekati dan memeluk kakaknya. Suasana haru menyelimuti ruangan aula. Seluruh pelajar, langsung mendekati orang tuanya dan menangis. (*)









