Ia menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam Ayat (3) Bantuan hukum yang disetujui pada Pasal 106 Ayat (1) Huruf e berisi bantuan hukum dalam perkara yang diatur di pengadilan terkait dengan pelaksanaan tugasnya.
Namun, bantuan hukum tidak diberikan kepada ASN yang terlibat masalah hukum atau tindak pidana khusus seperti korupsi, narkoba dan terorisme.
“Jelas aturannya itu, maka kalau polisi sudah menetapkan dan merilis apa yang ditanganinya itu terkait OTT sejumlah ASN di lingkungan Pemkab Bogor, maka pemerintah daerah yang sudah memberikan BanHuk harus menarik bantuannya itu karena bertentangan dalam aturan UU tentang ASN tersebut,” tegasnya.
Yus melanjutkan, jika dalam kasus OTT itu langsung diketahui dugaan kasusnya apa maka bisa dapat disimpulkan.
“Sementara kan dalam perihal kemarin kepolisian setempat belum ada pernyataan secara resmi. Kita harus ketahui dulu secara pasti, ini kasus dugaannya ranah hukum apa sih. Belum diungkap sama sekali kan sampai siang ini,” paparnya.
Menurutnya, apa mungkin juga yang dimaksud OTT itu adalah dalam kasus lain, misalnya kasus maladministrasi atau kepegawaian yang melanggar disiplin pegawai atau mal kebijakan. Atau mungkin, sambungnya, penyalahgunaan obat psikotropika.
“Sehingga itu menjadi kewenangan aparat kepolisian, tapi kan apapun itu sampai saat ini Polres Bogor belum menyatakan resmi, apa sih yang disangkakan kepada sejumlah ASN yang terkena OTT kemarin itu,” katanya.
“Maka dalam persoalan ini, secara kelembagaan Pemkab Bogor sah-sah saja bila Bupati Bogor berstatemen telah memberikan bantuan hukum kepada ASN yang saat ini tengah menghadapi kasus hukum, karena itu hak mereka juga sebagai ASN,” tutup Yus. (*)









