Harian Sederhana, Depok – Wacana penerapan electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar di Margonda tampaknya membuat resah masyarakat. Bahkan kebijakan yang diwacanakan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dikhawatirkan dapat membebani masyarakat.
Selain itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok pun tampaknya belum siap menerapkan kebijakan tersebut. Meskipun belum siap, bukan berarti Kota Depok menolak konsep tersebut. Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Depok, Mohammad Idris di Gedung Transmedia, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (21/11).
Wali Kota mengatakan, harus dipahami secara komprehensif lantaran ERP ini secara konsep manajemen lalu lintas ini sesuatu yang positif. Namun, lanjutnya, penerapan sangat kondisional.
“Untuk Depok, penerapan ERP kalau saat ini belum, Depok belum siap, dan kita bukan menolak konsepnya,” tuturnya kepada wartawan.
Orang nomor satu di Depok ini menyebut rencana penerapan ERP atau jalan berbayar di Margonda pada tahun 2020 adalah gosip. Ia bahkan mengaku Depok saat ini masih belum memadai dari segi transportasi dan lalu lintas penunjang.
“Karena lalu lintas dan transportasi penunjang belum ada. Transportasi publik kita masih seperti itu dan akses jalan alternatifnya juga masih perlu perbaikan, penataan dan pelebaran, tahun ini tuh kajian awal. Di RITJ itu memang baru akan direncanakan penerapannya 2022,” ucapnya.
Idris bahkan tidak yakin kalau penerapan ERP di tahun 2022 dapat diterapkan di kota yang dipimpinnya. Hal ini lantaran masih banyak yang harus dibenahi. Salah satunya adalah penataan angkutan kota atau angkot yang diharapkan dapat menjadi alternatif transportasi masyarakat dibanding menggunakan kendaraan pribadi.
“Rencana kita misalnya angkot ber-AC. Kan jadi nyaman ya angkot kalau ada AC. Lalu ada akses jalan yakni berupa pelebaran-pelebaran jalan yang memang intervensi pemerintah pusat lebih efektif. Itu memang harus disiapkan komunikasi ini. Artinya di 2022 pun kalau memang ya fasilitas belum siap ya nggak layak sebab dampaknya akan lebih berat,” papar Idris.
Bukan itu saja, Wali Kota mengaku dalam beberapa waktu ini berencana mempersiapkan jalan-jalan alternatif. Tujuannya adalah untuk memecah kemacetan di Kota Depok yang selama ini menjadi keluhan masyarakat.
“Pertama kita sudah ajukan penataan jalan. Terusan jalan Juanda misalnya ke Kukusan terus Beji dan sampai bahkan ke Cinere. Kalau ada jalan alternatif ini saja ya yang arah ke Cinere, arah ke Sawangan tidak harus melewati Margonda,” kata Idris.
Pihaknya, sambung Idris, juga akan melakukan pembebasan lahan di sepanjang Jalan Dewi Sartika untuk pembangunan jalan underpass.
“Nanti tahun tahun 2021 underpass di Citayam, tahun ini jembatan alternatif pengurai kemacetan di Jalan Kartini dan Jalan Raya Citayam, yaitu Jembatan Dipo,” kata Idris.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok, Dadang Wihana mengamini kalau ERP masih dalam bentuk kajian dari BPTJ yang harusnya belum ke arah implementasi di tahun 2020. “Karena kebijakan tersebut belum ada pembahasan tekhnis dengan Kota Depok,” kata Dadang.
Sebuah kebijakan, menurut dia harus dianalisis secara detail dan komprehensif. Terutama mengenai jalan pendukung atau akses kendaraan, dan layanan transportasi publik. “Itu semua harus tersedia, sehingga pengguna jalan nyaman,” bebernya.
Namun apabila dibahas lebih jauh, Dadang menegaskan kebijakan ERP dirasakan belum pas apabila diterapkan di Jalan Margonda. Pasalnya, belum tersedia akses jalan yang mendukung. “Akses jalan pendukung belum tersedia dengan baik dan transportasi publik kita juga belum tersedia dengan nyaman,” bebernya.
Selain itu, banyaknya gang-gang kecil di sepanjang Margonda yang masih banyak permukiman warga, dinilai tidak sesuai apabila aturan tersebut nantinya diberlakukan.
Oleh sebab itu, saat ini Pemkot Depok enggan berspekulasi dini terkait kebijakan ERP. Dadang menegaskan, pihaknya masih fokus dengan penataan transportasi publik termasuk yang berbasis rel.
“Beberapa penataan tengah kami pusatkan yaitu JR Connection, Layanan BRT point to point, Layanan BRT Terminal Depok-Terminal Jatijajar. Aktivasi trayek-trayek bus yang tidak aktif Depok-Jakarta serta peremajaan angkot,” tegasnya.
Selanjutnya, Dadang mengatakan kepada masyarakat agar tetap tenang dan jangan menjadikan informasi ERP sebuah polemik. Pembahasan aturan tersebut akan panjang dan tidak mungkin diputuskan dari satu pihak.
“Komunikasi Depok dengan BPTJ sangat baik, baik formal maupun informal. ERP merupakan salah satu metode manajemen lalu lintas selain 3in1, ganjil genap dan lain sebagainya,” tutup Dadang. (*)









