Harian Sederhana, Depok – Pemerintah Kota (Pemkot) Depok tampaknya dibuat bingung oleh rencana pemerintah pusat tentang perubahan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Sebab sampai saat ini, Kota Depok masih butuh tenaga honorer untuk melayani 2 juta masyarakatnya.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Depok, Supian Suri menuturkan, sejauh ini Pemkot Depok memiliki 6.500 tenaga honorer yang tersebar di berbagai instansi Pemkot Depok.
“Kebutuhan ASN kita besar. Untuk kebutuhan pengawai negeri di Depok sebanyak 13 ribu orang. Masih kurang banyak,” tuturnya kepada wartawan di sela-sela tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) di Hotel Bumi Wiyata, Rabu (12/02).
Ia juga mengaku khawatir bila nantinya di tahap penyeleksian ada dari dari para tenaga honorer yang tidak lolos. Pasalnya, untuk peralihan dari tenaga honorer ke P3K, dibutuhkan proses seleksi melalui beragam tes.
“Untuk seleksi P3K sama seperti seleksi CPNS. Kalau kita adakan kemungkinan akan ada yang tidak lulus, sementara kami masih butuh mereka untuk menjalankan roda pemerintahan,” kata Supian.
Selain itu juga, BKPSDM Depok masih menunggu peraturan presiden (Perpres) tentang honor atau pembagian gaji P3K. Pada 2019 lalu, Supian mengatakan, pihaknya telah melakukan proses seleksi P3K, dalam seleksi tersebut 186 orang dinyatakan lulus.
“Mereka belum bekerja karena kami masih menunggu Perpres soal gaji. Jadi kita harus hitung-hitung dulu gajinya berapa. Apakah disamakan dengan PNS, kami belum tahu,” tuturnya.
Namun demikian, Supian memaparkan peraturan wali kota tetap dibutuhkan untuk P3K berkaitan dengan kontrak kerja. Kontrak kerja tersebut nantinya akan diperpanjang tiap tahunnya oleh Pemkot Depok.
Sedangkan untuk gaji, Supian mengaku hal tersebut nantinya akan digelontorkan dari dana APBD Kota Depok. “Untuk kerjanya sama seperti PNS, bedanya hanya tidak dapat pensiun. Dan juga kalau kinerjanya jelek akan diputus kontraknya,” tandas Supian Suri.
Seperti diketahui, belum lama ini Komisi II DPR RI bersama Kementerian PAN-RB serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenaga honorer secara bertahap.
Hal tersebut mencuat saat rapat yang digelar di ruang rapat Komisi II, Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 20 Januari 2020.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengatakan bahwa perlu dipastikan tidak adanya lagi pegawai-pegawai yang jenisnya di luar undang-undang. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut UU tersebut, hanya ada dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu PNS dan PPPK.
“Sementara, saat ini masih ada bahkan di daerah-daerah masih mengangkat pegawai-pegawai yang kontrak tapi kontraknya seperti apa kita tidak tahu,” kata Arif.
Ia mengungkapkan kondisi lain dimana para pegawai tersebut dibayar dari anggaran yang kategorinya masuk ke dalam barang dan jasa, bukan kategori SDM. “Ini kan tidak compatible dengan UU yang berlaku,” katanya.
Berdasarkan rapat tersebut, Komisi II DPR RI, Kementerian PAN-RB dan BKN sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK. Keputusan ini didasarkan pada aturan dalam pasal 6 UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Menurut UU tersebut, hanya ada dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu PNS dan PPPK. Dengan demikian ke depannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawai seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya. (*)









