Harian Sederhana, Bogor – Proyek on ram KM 42,5 Tol Jagorawi yang merupakan proyek interchange Sumarecon di Kampung Parung Banteng, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, menyisakan permasalahan terkait terisolirnya lahan milik warga.
Di lokasi tersebut sebanyak 12 ahli waris pemilik 3 sertifikat diatas lahan seluas 1,2 haktare, hingga kini belum mendapatkan kejelasan dan kepastian apapun, karena terisolir.
Lahan yang berlokasi tepat di akses pintu masuk Tol Jagorawi on ram KM 42,5 itu, terisolir karena sudah dikelilingi oleh tembok dan pondasi beton sehingga tidak ada akses masuk warga untuk melakukan aktifitas.
Padahal sebelumnya terdapat akses pintu masuk ke lahan milik warga itu. Sekarang setelah dibangun proyek interchange, akses ke lahan warga ditutup oleh tembok beton milik perusahaan Bogor Raya dan PT Jasa Marga.
Permasalahan lainnya, sebanyak 17 bidang lahan warga yang dijadikan tempat tinggal hingga saat ini belum dibebaskan oleh pihak pengembang.
Kuasa hukum warga, Dwi Arsywendo meminta kepada Pemkot Bogor agar tidak memberikan izin apapun untuk diaktifkannya on ram 42,5 KM proyek interchange tersebut.
Hal itu bukan tanpa alasan, tetapi kata Dwi, karena masih ada persoalan lahan milik warga yang terisolir dan belum mendapatkan kepastian secara hukum apapun.
Dwi menuturkan, saat ini Pemkot Bogor akan membantu pihak pengusaha terkait pembebasan lahan milik warga untuk akses jalan menuju ke Jalan R3.
Menurut mantan Aktivis HMI itu, seharusnya bukan itu saja, tetapi Pemkot juga harus membantu lahan milik warga yang terisolir ini.
“Sudah jelas ada lahan milik warga yang terisolir akibat proyek interchange itu. Pemkot sudah berkewajiban membantu permasalahan warga, tetapi hingga saat ini, belum ada kejelasan apapun, bahkan Pemkot juga diam saja tidak membantu,” tegas Dwi.
Pria berkacamata ini mengaku sudah melakukan upaya upaya dalam menyelesaikan urusan kline nya, para pemilik lahan yang terisolir, yakni surat kepada Pemkot Bogor.
Tetapi kata dia, hingga saat ini tidak ada balasan ataupun perhatian apa apa dari pihak Pemkot. “Surat ke Pemkot sudah lama kami sampaikan, tetapi tidak ada jawaban apa apa. Walikota juga tidak merespon,” ujarnya.
Upaya lainnya, lanjut Dwi, pihaknya akan menempuh langkah hukum. Namun sebelumnya akan melayangkan surat somasi dulu kepada berbagai pihak. “Kita layangkan somasi secepatnya,” tegas dia.
Dia menambahkan, dengan kejadian itu, Pemerintah Kota Bogor seharusnya jangan diam saja, tetapi membantu persoalan yang dihadapi warga agar mendapatkan solusi terbaik.
“Lahan milik warga itu dipergunakan menanam berbagai tanaman palawija. Artinya pemilik lahan mempertahankan ruang terbuka hijau disana,” ungkap dia.
Masih kata dia, kalau sampai akses masuk ke lahan warga ditutup permanen, maka warga yang notabenenya para petani di lahan itu mau masuk lewat mana. “Ini tidak bisa dibiarkan dan Pemkot harus hadir membela warganya,” pungkas Dwi. (*)









