Harian Sederhana, Bekasi – Kurang lebih sekitar 11.357 jiwa atau 4.889 Kepala Keluarga (KK) menjadi korban banjir yang terjadi akibat hujan deras dengan intensitas tinggi di Kabupaten Bekasi pada Selasa (25/02).
Bukan itu saja, banjir juga menyebabkan banyaknya akses jalan yang lumpuh serta merendam ribuan rumah. Informasi tersebut didapat dari Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo menerangkan ketinggian air awal banjir beragam dan tertinggi di angka 150 sentimeter.
“Hingga Kamis pukul 12.00 WIB, ketinggian air awal banjir beragam dari 20 centimeter hingga 150 centimeter,” tuturnya saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (27/02).
Atas banjir yang menerjang itu, pihak BPBD Kabupaten Bekasi dan Instansi terkait telah melakukan upaya-upaya penanggulangan darurat bencana.
“Seperti evakuasi dan kaji cepat di lapangan. Saat ini genangan air di beberapa titik telah surut dan debit air sudah menurun,” kata dia.
Sementara, untuk Kota Bekasi tercatat jumlah warga terdampak banjir sebanyak 16.174 kepala keluarga atau 48.732 jiwa yang tersebar di 47 kelurahan dan 1.476 jiwa diantaranya mengungsi.
Terlebih, di Kota Bekasi terjadi longsor dan korban meninggal sebanyak empat orang. Meski begitu, kata dia, penangan banjir di Kota Bekasi sudah berangsur kondusif.
“Kondisi di Kota Bekasi telah kondusif. BPBD Kota Bekasi tidak hanya melaporkan banjir, tetapi juga longsor di lima titik, yaitu di Kecamatan Jati Sampurna empat titik dan Bekasi Utara satu titik,” kata Agus.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bekasi Adeng Hudaya mengatakan, banjir yang melanda Kabupaten Bekasi merupakan bencana terbesar selama 2020. Titik banjir tersebar di 20 kecamatan dari total 23 kecamatan di wilayah itu. Warga yang terimbas bencana tercatat mencapai 10.000 keluarga.
”Jumlah desanya di setiap kecamatan bervarisi. Ada yang satu kecamatan itu 80 persen desanya terdampak banjir. Kalau di Bekasi bagian utara, itu hampir semua desa terdampak,” kata Adeng.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Komisaris Besar Hendra Gunawan mengatakan, banjir yang terjadi di Kabupaten Bekasi dipengaruhi oleh curah hujan dengan intensitas tinggi dan juga karena banjir kiriman. Sebagian besar warga yang terdampak banjir disebabkan oleh luapan Sungai Citarum dan Cikarang Bekasi Laut.
”Baru kali ini luapan Sungai Citarum kena di Kecamatan Kedungwaringin, Cikarang Timur, Muara Gembong dan Cabangbungin. Luapan terjadi karena ada pertemuan Cikarang Bekasi Laut dan Citarum,” katanya.
Menurut Hendra, dampak dari banjir di Kabupaten Bekasi tidak terlalu besar seperti saat bencana di 1 Januari 2020. Sebab, pascabencana di awal tahun, pemerintah daerah telah berupaya mengurangi masalah banjir dengan membenahi tanggul, turap, dan drainase.
”Namun, pemerintah daerah menetapkan tanggap darurat bencana karena keterbatasan fasilitas dan logistik yang dimiliki daerah. Dengan tanggap darurat, pemerintah bisa mengeluarkan (prioritaskan) anggaran,” ujarnya.
Hendra menambahkan, selama masa tanggap darurat bencana yang ditetapkan Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja dari tanggal 25 Februari sampai 2 Maret 2020, pihaknya berupaya memenuhi kebutuhan warga terdampak. Di setiap kecamatan didirikan posko pengungsian dengan sebaran berbeda-beda atau tergantung besarnya dampak banjir.
“Ada yang satu kecamatan itu dua sampai tiga posko. Di setiap posko, setiap kali makan, kami sediakan 1.000 boks nasi,” kata Hendra.
Belum selesai masalah banjir, warga Muara Gembong kembali dilanda bencana susulan karena jebolnya tanggul penahan Sungai Citarum pada Rabu dini hari. Tanggul yang jebol itu mengakibatkan 150 keluarga mengungsi.
”Tanggul yang jebol berkisar 8-10 meter. Luapan air menggenangi permukiman warga dengan radius sekitar 500 meter sampai 1 kilometer dan kini mulai berangsur surut,” kata Hendra.
Ia menambahkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum untuk memperbaiki tanggul yang jebol. Tanggul itu kini sudah ditahan menggunakan material khusus agar meminimalisasi luapan air. (*)









