Harian Sederhana, Depok – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memberikan pernyataan mengejutkan saat melaporkan evaluasi kinerja APBN Tahun Anggaran 2019 di ruang rapat Komisi XI dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta Selatan, Senin (04/11).
Saat itu, Sri Mulyani mengatakan kalau saat ini banyak muncul ‘desa hantu’ yakni desa-desa baru yang diduga tidak berpenghuni. Desa-desa itu muncul lantaran ingin memperoleh alokasi anggaran program dana desa yang sudah dijalankan pemerintah.
“Sekarang muncul desa-desa baru yang nggak ada penduduknya karena adanya Dana Desa,” tutur Sri Mulyani.
Sekedar informasi, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran dana desa sebesar Rp 70 triliun di tahun 2019. Indonesia memiliki 74.597 desa di 2019, di mana setiap desa mendapatkan anggaran sekitar Rp 900 juta.
Karenanya, Sri Mulyani menegaskan munculnya fenomena beberapa desa tak berpenghuni ini sebagai bukti bahwa masih banyak oknum yang ingin memanfaatkan alokasi dana desa secara tidak bertanggungjawab. Padahal, kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan bahwa penyaluran anggaran tersebut belum sepenuhnya efektif.
Karenanya, untuk meminimalisir kejadian itu maka Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengaku berencana mengevaluasi program dana desa. Salah satu yang akan dilakukannya masalah memperketat aturan pencairan. Dana Desa sendiri dicairkan melalui tiga tahapan. Dana Desa dicairkan dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah) dalam tempo tertentu.
“Makanya kita mau evaluasi karena adanya transfer setiap bulannya,” katanya
Menteri Keuangan mengungkapkan awal mula mengetahui adanya desa ‘hantu’ atau desa yang tidak berpenduduk namun sengaja didaftarkan demi mendapatkan anggaran dana desa.
Dirinya pun mengaku akan menginvestigasi serta evaluasi program penyaluran dana desa. “Kami mendengarnya sesudah pembentukan kabinet dan nanti akan kami investigasi,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengaku mendapatkan laporan langsung dari salah satu pihak pemerintahan mengenai dana desa yang disalurkan ke desa tak berpenghuni tersebut. Ia pun akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk menginventarisasi persoalan tersebut.
“Jadi kita akan lihat, karena berdasarkan mekanisme seperti yang dikatakan tadi, sebetulnya ada mekanisme untuk pembentukan desa dan identifikasi siapa, pengurusnya dan lain-lain,” kata dia.
Anggaran dana desa disalurkan melalui tiga tahap yakni tahap I sebesar 20 persen, tahap II sebesar 40 persen dan tahap III sebesar 40 persen. Pada tahap I, Pemerintah Daerah diharuskan menyerahkan Perdes (Peraturan Desa) dan APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa). Tahap II diwajibkan memberikan laporan realisasi dan konsolidasi Dana Desa tahun sebelumnya. Dan pada tahap III memberikan seluruh laporan yang ada di tahap I dan II secara lengkap.
Sementara itu Kementerian Dalam Negeri, terus mengusut dugaan penerimaan Dana Desa fiktif, yang diberikan terhadap sejumlah Desa tak berpenghuni.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menuturkan pihaknya telah mengerahkan tim guna mendalami keberadaan desa tersebut. Menurut dia, ada sekitar empat wilayah di Sulawesi Tenggara teridentifikasi menerima dana tersebut.
“Tim sudah bergerak, bersama Pemerintah Provinsi dan Polda Sulawesi,” tutur Tito di Mako Brimob Kelapa Dua, Kota Depok, Rabu (6/11).
Tito menuturkan, ada empat desa di Sulawesi Tenggara menerima dana desa tersebut namun setelah di periksa ternyata tidak berpenghuni (tanpa penduduk). Selama ini, mekanisme pemeriksaan sendiri diakui Tito diserahkan langsung kepada pihak pemerintah provinsi masing-masing wilayah di Indonesia.
“Kementerian Dalam Negeri tidak (turun) langsung untuk mengecek 70 ribu desa di Indonesia. jadi, kita sudah membentuk tim bekerja sama dengan provinsi, tim gabungan dan Polda Sultra,” bebernya.
Tito menegaskan, apabila nantinya terbukti ada anggaran (Dana Desa) yang digunakan namun desa tersebut tidak ada maka, jelas ada tindak pidana korupsi yang harus segera dilakukan proses hukum.
“Termasuk, ketika nantinya ada pemalsuan KTP, segala macam fiktif, maka pemalsuan dikenakan,” tegasnya.
Selanjutnya, Tito telah berkoordinasi dengan Kapolda Sulawesi Tenggara agar memberikan penindakan tegas apabila memang dana desa tersebut diberikan tidak sebagaimana mestinya.
“Saya sudah tekankan kepada pak Kapolda Sultra, udah tindak aja kalau memang fiktif, bila ada korupsi tindak aja. Kedepan, saya pikir itu (penyaluran dana desa) nanti kita perbaiki sistemnya,” tutupnya.
Terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pihaknya meminta kepada aparat terkait untuk mengusut tuntas soal empat desa fiktif atau desa hantu di Sulawesi Tenggara. Presiden bahkan meminta agar pelaku dikejar dan ditangkap.
“Tapi tetap kita kejar agar yang namanya desa-desa tadi diperkirakan, diduga itu fiktif ketemu, ketangkep,” tutur Jokowi kepada wartawan ketika ditemui di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (6/11).
Presiden menerangkan kalau ada puluhan ribu desa dan dalam pengelolaan banyaknya desa yang ada tidak mudah.
“Manajemen mengelola desa sebanyak itu tidak mudah. Tetapi kalau informasi benar ada desa siluman itu, misalnya dipakai plangnya saja, tapi desanya nggak bisa saja terjadi karena dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, sebuah pengelolaan yang tidak mudah,” tandas Presiden Jokowi. (*)









