Harian Sederhana, Depok – Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menepis batalnya penerapan Kebijakan Electronic Road Proacing (ERP) atau jalan berbayar di Kalimalang, Kota Bekasi.
Kepala Bagian Humas BPTJ, Budi Raharjo mengatakan tidak ada yang mengatakan gagal maupun tidak setuju terhadap kebijakan tersebut. Namun, diakuinya target aturan itu rencananya diterapkan pada 2020 mendatang. “Ini tidak asal menerapkan kebijakan begitu saja. Ada prosesnya,” ucap Budi saat dihubungi, Senin (25/11).
Nantinya, lanjut Budi, akan ada pembahasan mengenai skema-skema pendukung dari jalan berbayar, kemudian akan muncul formulasi kebijakan. Setelah itu, baru dilanjutkan dengan sosialisasi kepada masyarakat.
Menurut dia, informasi terkait ERP tersebut banyak yang salah tafsir. Pasalnya, hal tersebut akan berjalan tergantung dari lamanya pembahasan pendukung dari kebijakan.
“Jadi sebagai contoh, Bekasi sebelumnya (berbicara soal ERP) kita terapkan moda transportasinya dulu (yang terintegrasi). Jadi tidak asal saja dikeluarkan, tolong jangan miss komunikasi,” tegasnya.
Sementara itu diakui Budi pihak pemerintah daerah yang akan terkena imbas kebijakan ERP ini, telah diajak duduk bersama dalam kegiatan FJD di Kota Bandung pada bulan September 2019 lalu. “Kita sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Saat itu, ada sekitar delapan kabupaten/kota dan tiga provinsi,” tandasnya.
Inti permasalahan saat ini, lanjut Budi kebijakan tersebut harus menjalani berbagai mekanisme hingga nantinya di tetapkan.
“Target 2020, namun kembali lagi tergantung dari pembahasannya. Kalau selesai di tahun itu tentu akan disosialisasikan. Namun, kalau belum rampung bisa tahun yang akan datang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Bambang Prihartono selaku Kepala BPTJ menyebut pemerintah memiliki alasan kuat perihal penerapan ERP di DKI Jakarta. Bukan hanya di wilayah Ibu Kota, sejumlah jalan di wilayah yang berbatasan dengan DKI Jakarta pun akan diterapkan ERP.
Bambang mengatakan kalau ERP ini telah masuk dapat Rencana Induk Transportasi Jabodetabek atau RITJ, lantaran telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2018. Hal itu diungkapkan Bambang saat acara Power Lunch, CNBC Indonesia, Jumat (22/11).
“Artinya bahwa ERP sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Bahkan ada payung hukumnya, ada regulasinya,” ujarnya saat berbincang dengan CNBC Indonesia belum lama ini.
Aturan tersebut terbit dengan memperhatikan kondisi Jabodetabek saat ini. Bambang menyebut, pergerakan orang di Jabodetabek dari tahun ke tahun selalu meningkat tajam. “Dua tahun yang lalu baru 45 juta per hari, sekarang sudah 88 juta pergerakan orang per hari,” imbuhnya.
Selain itu, kondisi lingkungan di Jakarta juga kian memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya pengguna kendaraan pribadi di jalanan Jakarta. “Lihat polusi udara kita kan sudah luar biasa, bahkan selalu warna merah, artinya di ambang batas. Kemudian kondisi cuaca menyebabkan perubahan iklim,” kata Bambang.
Lebih dari itu, kemacetan di Jakarta juga menyebabkan banyak kerugian. Karenanya, penerapan jalan berbayar merupakan solusi menjawab semua persoalan tersebut. “Ini pertimbangan kita bahwa kita harus cepat-cepat mengambil kebijakan yang lebih advance,” bebernya.
Jalan berbayar ini merupakan keberlanjutan dari kebijakan ganjil-genap yang dinilai Bambang hanya bisa efektif setahun. Kini, sejumlah kelemahan mulai tampak dari kebijakan ganjil-genap.
“Misalnya setelah tanggal 31 ketemu tanggal 1. Ada dua hari yang genap tidak jalan. Yang paling berbahaya adalah dengan kebijakan ganjil-genap orang tidak membeli mobil kedua atau ketiga, tetapi mereka justru pindah ke roda dua,” tandasnya. (*)









