Selain itu, Swab Test dan Rapid Test akan lebih intens dilakukan. Pasalnya, ini diperlukan dan menjadi tolok ukur keberhasilan penanganan PSBB.
“Setiap hari rata-rata 30-50 test yang dikirim ke Jakarta, kita akan tambah lagi, seperti di pasar, stasiun dan minggu ini akan ada di pasar. Jadi akan terus intens kita lakukan Swab Test dan Rapid Test ini,” tegasnya.
Diakuinya, Pemkot Bogor juga akan merumuskan beberapa hal yang lebih detail dan teknis mengenai sanksi sesuai kewenangan Pemkot dan juga terkait pengaturan yang lebih ketat bagi penumpang KRL dari Bogor ke Jakarta atau sebaliknya.
Saat ini lanjut orang nomor satu di kota hujan itu, PT KAI sudah menambah jam operasional dari pukul 04.00 WIB agar tidak terjadi penumpukan, ada juga antisipasi layanan bus dari BPTJ.
“Kita akan sosialisasikan dulu mengenai kewajiban penggunaan surat keterangan bekerja di sektor yang dikecualikan berdasarkan aturan PSBB,” tuturnya.
Pihaknya juga menerima dari berbagai pihak, terutama masukan dari DPRD Kota Bogor bahwa langkah tegas PSBB ini harus dimbangi dengan perhatian untuk memastikan bantuan sosial ke warga sampai dan tepat sasaran.
Ia juga mengatakan, warga bisa memonitor melalui aplikasi SALUR (Sistem Kolaborasi dan Solidaritas untuk Rakyat) salur.kotabogor.go.id. apakah sudah masuk data atau belum sebagai penerima bantuan.
“Bagi yang tidak masuk kita akan luncurkan program Keluarga Asuh melibatkan banyak pihak untuk membantu warga yang membutuhkan dalam skala yang betul betul darurat,” katanya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Satgas Covid-19 DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri (ASB) mengatakan bahwa penerapan PSBB di Kota Bogor menjadi kontradiktif.
Hal itu bukan tanpa alasan, sebab pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberi kesempatan bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk beraktivitas meski pandemi virus corona masih terjadi.
“Pusat berdalih hal itu dilakukan agar kelompok usia itu tak kehilangan pekerjaan. Dengan demikian, PSBB akan semakin tidak maksimal,” kata ASB.
Selain itu, kata ASB, keberadaan check point pun hanya efektif pada jam-jam tertentu saja, sehingga membuka celah bagi warga yang tak dikecualikan untuk beraktivitas di luar rumah. “Dapur umum juga sasarannya tidak jelas,” katanya.
Tak hanya itu keberadaan RW Siaga Corona juga dinilai tak berfungsi dengan baik. Hal itu terbukti dari amburadulnya data warga terdampak Covid-19 ke Dinas Sosial (Dinsos). “Penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) juga jauh dari kata maksimal,” tegasnya.









