ASB juga menilai bahwa regulasi yang diterapkan dalam PSBB juga tergolong lembek lantaran warga masih kerap berkerumun di pasar hingga fasilitas umum lain seperti stasiun kereta.
“Ini karena tidak ada sanksi tegas. Misal, toko yang tak dikecualikan tetap membandel buka, langsung tindak. Ini karena kurang tegas, mereka (pedagang) jadi main kucing-kucingan,” ucapnya.
Menurut pria yang juga mantan wartawan itu, alangkah baiknya, apabila Pemkot Bogor menerapkan karantina komunal berbasis RT dan RW seperti yang dilakukan di Kabupaten Purwakarta sebagai pengganti PSBB.
“Saya kira hal itu akan lebih mudah diimplementasikan di Kota Bogor lantaran sudab adanya RW Siaga Corona. Tinggal anggaran PSBB dialihkan kesana,” ucapnya.
Ditempat berbeda, Ketua Komisi IV Ence Setiawan menilai bahwa semakin hari situasi di masyarakat semakin tidak menentu lantaran tidak jelasnya bantuan dari pemerintah terhadap warga terdampak Covid-19.
“Penyaluran bantuan tidak serentak. Kemudian ada tumpang tindih, sementara perusahaan dan toko banyak ditutup. Situasi demikian membuat masyarakat bawah makin menjerit,” katanya.
Semestinya, kata Ence, apabila pemerintah menerapkan PSBB alangkah baiknya dilakukan berbarengan dengan pemberian bantuan serta sanksi tegas bagi para pelanggar.
Kendati demikian, hukuman tegas mesti diberlakukan dengan diiringi bantuan JPS yang serentak dan tepat sasaran. “Kalau kondisinya demikian, saya rasa PSB efektif. Tapi bila pemerintah belum dapat memperbaiki, saya rasa mending distop saja PSBB, ganti dengan cara lain,” katanya.
Ence juga menyoroti terkait aturan bagi pengendara roda empat yang wajib mengosongkan kursi depan sebelah kiri kendati di dalam mobil tersebut dihuni oleh keluarga.
“Contoh ada suami istri di mobil yang sama. Bila suaminya mengemudi si istri mesti duduk di belakang. Sedangkan di rumah, merema tidur satu ranjang,” pungkas Politisi PDI-P itu. (*)









