Harian Sederhana – Peraturan perundang-undangan telah mengatur penyusunan anggaran daerah secara pasti dan ketat, tujuan utamanya agar keuangan negara (dalam hal ini keuangan daerah) dapat dipertanggungjawabkan dan tidak mudah dikorupsi.
Setidaknya ada 5 (lima) prinsip dasar (golden principle), yaitu prinsip unteoritas, prinsip periodesitas, prinsip spesialitas, prinsip unitas, dan prinsip universalitas.
Prinsip dasar ini menghendaki bahwa setiap rupiah yang akan dipergunakan oleh pemerintah harus mendapatkan persetujuan rakyat yang dalam hal ini diwakilili oleh dewan perwakilan rakyat daerah (prinsip unteoritas), yang dilakukan setiap tahun (prinsip periodesitas), dibahas secara mendetil agar tidak mudah disalah gunakan (prinsip spesialitas), dalam satu kesatuan naskah APBD yang tidak tercerai berai (prinsip unitas), dan sesuai dengan standar-standar umum pengelolaan keuangan yang baik (prinsip universalitas).
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip tersebut kita berharap, APBD Jawa Barat tidak hanya transparan melainkan juga akuntabel dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat selaku pemegang kedaulatan. Lebih dari itu, setiap rupiah yang kita sepakati dapat kita pertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT sebagai manivestasi keimanan dan ketaqwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nota Keuangan RAPBD Tahun Anggaran 2020. Plafon anggaran belanja daerah RAPBD 2020 sebesar Rp 46.033.261.227.604,00 terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung yang terbagi dalam 824 program. Ada beberapa program yang perlu dibahas dan bahkan ditinjau ulang.
Pertama, berkenaan dengan ketimpangan penganggaran antara anggaran untuk rakyat dan anggaran peningkatan sarana prasarana. Misalnya anggaran pada Dinas Sosial.
Anggaran Perlindungan dan Jaminan Sosial (Kodering 1.06.053) sebesar Rp 4.816.636.528,00 (4,8 Milyar), kemudian Program Pemberdayaan Sosial (Kodering 1.06.054) sebesar Rp 3.701.323.801,00 (3,7 Milyar), serta Program penanganan fakir miskin (Kodering: 1.06.055) hanya sebesar Rp 2.45.024.850,00 (2,4 Milyar).
Bandingkan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Dinas Sosial (Kodering: 1.06.057) sebesar Rp 33.962.186.386,00 (33,9 Milyar) termasuk Program Dukungan Manajemen Perkantoran Dinas Sosial (Kodering 1.06.059) sebesar Rp 9.715.466.279,00 (9,7 Milyar).
Kami melihat ada ketimpangan disini. Antara program yang langsung bersentuhan dan dibutuhkan rakyat dengan program rutin untuk perkantoran. Kondisi kurang lebih serupa terjadi pada beberapa program lainnya.
Kedua, berkenaan dengan anggaran kelembagaan bantu yang masih diperdebatkan dan diperbincangkan publik, baik Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) maupun Tim Ahli Jabar Juara (TAJJ), belum jelas alokasi anggarannya. Padahal tidak boleh ada satu rupiah pun yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga, berkenaan dengan alokasi anggaran terhadap program pembangunan infrastruktur. Pembangunan underpass Jalan Raya Citayam tidak dianggarkan pada tahun 2020, padahal ini merupakan janji Gubernur Jabar kepada masyarakat Depok bersamaan dengan pembangunan flyover Dewi Sartika.
Terkait program perumahan pemukiman yakni bantuan rumah tinggal layak huni hanya 10 ribu unit rumah dan besarannya hanya Rp 17,5 juta/rumah. Padahal pada tahun 2020 ini ada 46 ribu unit rumah yang perlu direhab. Adapun besaran bantuan Rp 17,5 juta/rumah sangat kecil untuk memperbaiki rumah dengan kondisi harga-harga bahan bangunan sudah naik.
Pengusulan program rutilahu bisa diberikan Rp 25 juta/rumah dan menambahkan jumlah unit bantuan rumah layak huni menjadi 20 ribu unit.
Anggaran pembangunan Gedung Creative Center yang tidak mendesak sementara kota dan kabupaten masih membutuhkan pembangunan SMK Negeri dan SMA Negeri baru yang justru menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Keberpihakan APBD Jawa Barat untuk rakyat dan program-program yang seharusnya menjadi tanggung jawab provinsi (Gubernur) seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam merencanakan di tahun 2020 bukan untuk pencitraan semata. (*)









