Harian Sederhana, Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar Sidang Paripurna MPR dengan agenda tunggal pelantikan Presiden dan Wapres RI masa jabatan 2019-2024 pada Minggu (20/10/2019).
Rapat Paripurna dilaksanakan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Presiden terpilih, Joko Widodo usai dilantik langsung membacakan pidato pertamanya sebagai Presiden masa jabatan keduanya. Dalam pidatonya, Jokowi menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) dan inovasi menjadi poin utama. Terdapat lima poin dalam pidato yang dia sampaikan.
Pidato yang disampaikan dalam waktu sekitar 17 menit itu dibuka dengan menyapa tamu-tamu undangan yang hadir seperti Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno Putri, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden ke-9 Hamzah Haz, Wakil Presiden ke-11 Boediono dan Wapres ke-12 Jusuf Kalla. Hadir juga beberapa tamu dari negara sahabat.
Jokowi juga sempat berimprovisasi dengan menyapa lawannya pada Pilpres 2019, Prabowo Subianto yang dalam naskah sebenarnya tidak ada, seperti melansir medcom.id.
Jokowi dengan sengaja menyempatkan menyapa Prabowo dan Sandiaga Uno yang hadir dalam pelantikan. Usai disapa, Prabowo dan Sandi Uno terlihat berdiri dan membalas sapaannya dengan senyuman kepada Presiden.
Jokowi dalam 17 menit berpidato menyampaikan sejumlah hal, terutama soal cita-cita satu abad Indonesia yang jatuh pada 2045. Dia menekankan Indonesia harus keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah pada usia satu abad nanti.
Menurut dia, Indonesia harusnya menjadi negara maju dengan pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun, atau Rp 27 juta per kapita per bulan.
Jokowi juga berharap Indonesia sudah masuk lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Ia juga menargetkan Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2045 mencapai USD7 triliun atau Rp99.000 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per USD).
Presiden Jokowi juga meminta masyarakat Indonesia mendobrak rutinitas yang ada. Menurut dia, rutinitas hanya akan membuat gebrakan inovasi mandek.
Jokowi mengatakan, dalam dunia yang penuh risiko, dinamis, dan kompetitif, Indonesia harus terus mengembangkan cara-cara baru dan nilai-nilai baru. Jangan sampai terjebak dalam rutinitas yang monoton. (*)









