Harian Sederhana, Bekasi – Ada kabar buruk untuk masyarakat Kota Bekasi. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi berencana untuk menghentikan sementara Jaminan Kesehatan Daerah Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (Jamkesda KS-NIK) per 1 Januari 2020 mendatang.
Penghentian sementara tersebut berdasarkan Surat Edaran Wali Kota Bekasi yang didapat oleh Harian Sederhana. Alasan penghentian tersebut lantaran menindaklanjuti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Oenyusunan APBD 2020 terutama dalam bagian h poin 8.
Isi dari pedoman tersebut adalah Bahwa Pemerintah Daerah tidak diperkenankan mengelola sendiri (sebagian atau seluruhnya) Jaminan Kesehatan Daerahnya dengan manfaat yang sama dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), termasuk mengelola sebagian Jaminan Kesehatan Daerahnya dengan skema ganda.
Pada surat tersebut juga menyatakan kalau Pemkot Bekasi sedang merumuskan kebijakan pelayanan kesehatan yang bersifat komplementer dan tidak tumpang tindih dengan program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi membenarkan dirinya telah mengeluarkan surat edaran tersebut. Namun, dia menegaskan kalau Jamkesda KS-NIK dihentikan sementara sampai adanya kepastian hukum.

Rahmat Effendi membenarkan dirinya telah mengeluarkan surat edaran tersebut.
“Betul, kan sudah dijelaskan dalam surat itu alasan pemberhentian sementara. Ingat pemberhentian sementara. Sebelum ada kepastian hukum maka fasilitas KS-NIK akan dihentikan sementara,” tuturnya saat dikonfirmasi wartawan.
Pria yang akrab disapa Pepen ini mengaku, pihaknya saat ini tengah merumuskan kebijakan pelayanan yang sifatnya tidak tumpang tindih dengan program JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Itu kan hasil konsultasi dari Korsupgah (Koordinator Supervisi dan Pencegahan) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) wilayah Jawa Barat didapatkan saran agar hindari itu karena potensi terjadi double cost, makanya kita cari di luar itu. Ditambah diperkuat keputusan Kemendagri,” kata Pepen.
Bukan hanya merumuskan kebijakan baru soal KS, Pemkot Bekasi juga segera melakukan pendataan ulang peserta BPJS di Kota Bekasi untuk kepentingan kebijakan baru supaya tidak tumpang tindih.
“Nanti ada kebijakan baru soal Jamkesda. Ditunggu saja hasil perumusannya. Intinya pelayanan kesehatan menjadi pokok utama kami,” kata Pepen.
Sementara itu, Komisi IV DPRD Kota Bekasi berencana akan melakukan pemanggilan terhadap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) kota ini. Pemanggilan ini perihal rencana penghentian layanan KS-NIK oleh Pemkot Bekasi.
“Kita menyayangkan kalau KS-NIK dihentikan, tidak ada solusi bagi masyarakat,” ujar Sardi selaku Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Jumat (06/12).
Menurut Sardi, seharusnya Dinkes menyampaikan kepada DPRD Kota Bekasi. Padahal, DPRD Kota Bekasi mendukung program pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.
“Ini Dinkes sengaja tidak memberitahukan ke DPRD tentang penghentian sementara KS-NIK itu. Jadi, Dinkes tidak bisa sepihak saja,” ujarnya.
Sardi mengatakan, pemanggilan nanti dilakukan guna didalami perihal penghentian KS-NIK. Padahal, DPRD Kota Bekasi sudah sepakat menganggarkan program Jamkesda KS-NIK mencapai Rp 400 miliar. “Sekarang kalau dihentikan, pos anggaran Rp 400 miliar itu nantinya dikemanakan,” tanya Sardi.
Akibat rencana tersebut, menurut Sardi, masyarakat yang saat ini menggunakan KS-NIK mengalami kebingungan ketika pelayanan kesehatan dihentikan. Karena KS-NIK ini merupakan produk pemerintah daerah. “Dinas Kesehatan harus bisa menjelaskan jika dihentikan masyarakat pakai apa layanan kesehatannya,” ujarnya.
Sementara itu, Syaifudin selaku anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bekasi menyayangkan komunikasi Wali Kota Bekasi soal penghentian KS-NIK terkesan mendadak. Menurutnya, Wali Kota seharusnya membaca detail rekomendasi Banggar DPRD Kota Bekasi bersamaan saat pengesahan APBD 2020 pada Jumat (29/11) lalu.
“Kita semua setuju program KS-NIK ini baik untuk masyarakat. Namun sesuai dengan undang-undang, Permendagri No. 33 tahun 2019, serta rekomendasi Kemenkum HAM dan KPK, KS-NIK harus diintegrasikan dengan JKN dikelola BPJS,” ujarnya.
Menurut Syaifudin, seharusnya Pemkot Bekasi bisa menjelaskan soal masa transisi proses integrasi KS-NIK ke JKN. Selama masa transisi masyarakat masih bisa menggunakan KS-NIK atau BPJS.
Dan berapa lama masa transisi bisa dikoordinasikan oleh eksekutif dengan pihak-pihak terkait sehingga terkesan ujug-ujug berhenti. “Sepertinya warga tidak boleh sakit sambil menunggu pengintegrasian ke BPJS,” katanya.
Sementara itu anggota Fraksi PDIP, Nicodemus Gojang secara terpisah mengatakan, selaku wakil rakyat dirinya telah mendesak agar program KS-NIK dilakukan audit. Menurut dia, audit perlu dilakukan tidak hanya untuk transparansi, namun juga sebagai penunjang kinerja eksekutif.
“Tidak ada alasan untuk tidak dilakukan audit, karena itukan anggaran rakyat, agar ada transparansi dan kita tidak suudzon atau buruk sangka. Maka, baik rumah sakit maupun pelaksana atau RSUD harus di audit,” ujarnya.
Perlunya dilakukan audit tambah Nico, juga terkait aduan masyarakat yang berobat menggunakan KS-NIK tidak diberikan nota kuitansi. Nico sendiri tidak melihat ini sebuah kejanggalan.
Namun, hal itu akan bisa dibuktikan dengan melakukan audit KS-NIK. Ia juga berharap agar masyarakat tidak berasumsi negatif. Untuk itu audit bisa menjawab persoalan ini.
“Juklak dan juknisnya harus jelas, siapa yang bertanggung jawab, bagaimana sistem pendistribusiannya, bagaimana mereka pasien harus menerima kuitansi sama halnya dengan BPJS kalau kita berobat, berobat, kan ada rinciannya, obatnya, ruang rawat inapnya, sekian anggarannya. Nah kalo KS tidak ada, jadi jangan sampai masyarakat berasumsi negatif bahwa ada persoalan dengan KS,” paparnya.
Nicodemus Godjang berharap audit ini nantinya menjadi rekomendasi bahwa setiap peserta Kartu Sehat harus diberikan rincian anggaran yang dikeluarkan untuk biaya pengobatan.
Pemkot Bekasi dalam hal ini BPKP dan Inspektorat menurut Nicodemus Godjang bisa melakukan audit internal, selanjutnya inspektorat bisa membeberkan hasil audit tersebut kepada publik.
“Kalo memang sudah di audit oleh inspektorat silahkan dibeberkan bahwa ini sudah sesuai, sehingga pemerintah daerah tidak perlu takut karena audit itu bukan hal yang menakutkan. Ketika ada kesalahan kemudian ada kelebihan kan ada rekomendasi segera mengembalikan, tidak langsung pidana toh kecuali tidak mengembalikan baru terjadi pidana,” jelasnya.
Hal senada dikatakan politisi Partai Golkar Muslim Jaya Butarbutar. Menurut mantan Wakil Ketua BakumHam DPP Golkar tersebut, KS-NIK tidak begitu saja bisa dihentikan.
“Tidak bisa asal dihentikan. Harus diaudit dulu. Kita tidak tau apa dasar hukum penerbitan KS berbasis NIK,” ungkap Muslim JB, Minggu (8/12).
Untuk itu kata dia, selaku warga Kota Bekasi, dirinýa meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melakukan audit keuangan terhadap program KS NIK, yang selama ini diterapkan oleh Pemkot Bekasi sejak tahun 2017.
Setelah audit dilakukan tambah Muslim JB, hasilnya, harus dipublis sebagai pertanggung jawaban kepada masyarakat Bekasi. Lebih jauh diriNya mengaku heran dengan rencana penghentian secara tiba-tiba dengan alasan agar tidak tumpang tindih.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Bekasi bramantio kepada Harian Sederhana dengan singkat mengakui, rencana penghentian KS-NIK.
“Iya betul. Saat ini ada 42 rumah sakit yang bekerjasama dengan KS NIK,” katanya saat dihubungi melalui telepon selular.
Seperti diketahui, indikasi meledaknya program KS-NIK yang merupakan program andalan Pemkot Bekasi dibawah kepemimpinan Wali Kota Rahmat Effendi, sudah mulai terlihat dengan munculnya potensi defisit APBD Kota Bekasi tahun anggaran 2018.
Besaran defisit yang terjadi pada tahun itu, mencapai Rp 900 miliar sampai Rp 1,2 triliun atau sekitar 20 persen dari total APBD 2018 sebesar Rp 5,8 triliun.
Dari angka besar itu, program KS ikut berkontribusi menyumbang defisit. Sebagai ilustrasi, berdasarkan data Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, Pemkot Bekasi mengalokasikan anggaran untuk KS-NIK di APBD 2018 sebesar Rp 225 miliar. Rinciannya, Rp 170 miliar untuk Dinkes dan Rp 55 miliar untuk RSUD Kota Bekasi.
Bahkan, Pemkot pada APBD Perubahan Tahun 2018 kembali menganggarkan KS-NIK Rp 189 miliar, dengan rincian Rp 124 miliar untuk pos Dinkes dan Rp 65 milar untuk RSUD Kota Bekasi.
Dengan begitu, total uang yang digelontorkan untuk pembiayaan program KS-NIK menembus angka Rp414 miliar pada 2018, Rp 225 miliar pada APBD 2018 murni, dan Rp 188 miliar pada APBD 2018 perubahan.
Sejumlah pejabat pengambil kebijakan di Kota Bekasi bahkan tak segan menyebut bahwa KS-NIK memang menjadi penyumbang besar terjadinya defisit anggaran. (*)









