Harian Sederhana, Bekasi – Sejumlah warga Kota Bekasi yang menjadi korban banjir berencana menempuh upaya hukum berupa gugatan perdata ganti rugi melalui mekanisme “class action”. Hal tersebut diungkapkan Dadan Ramlan selaku anggota Tim Advokasi Korban Banjir Kota Bekasi
“Kita ambil polanya itu class action. Kita mengakomodasi masyarakat, beberapa orang untuk mengajukan gugatan. Intinya kita mengumpulkan beberapa orang dulu baru kita menyampaikan gugatan tersebut,” melalui telepon selular seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (07/01).
Dadan mengklaim, pihaknya masih melakukan pendalaman dan kajian untuk menentukan siapa pihak tergugat dalam gugatan ini, apakah hanya Pemerintah Kota Bekasi atau juga menyertakan Pemprov Jawa Barat sebagai tergugat.
“Pengajuannya juga ada dua opsi, kalau tidak di Pengadilan Negeri Kota Bekasi, kita di provinsi (Pengaduan Tinggi Jawa Barat). Itu pun pascadata ini kita akan melihat, apakah memasukkan dari pihak provinsi juga yang digugat atau seperti apa,” imbuhnya.
Hingga hari ini, Dadan mengklaim sudah ada puluhan warga yang menyatakan akan ikut serta dalam gugatan perdata ini, dengan kerugian masing-masing berkisar puluhan juta rupiah.
“Minimal, setelah ini ada action yang dilakukan oleh pemerintah dan ditinjau langsung oleh masyarakat, dan dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata dia.
“Minimal kita upayakan ada upaya konkret dari pemerintah, bahwa mereka siap menanggulangi bencana berikutnya,” Dadan menambahkan.
Ia menyampaikan, bagi para warga Kota Bekasi yang merasa dirugikan (terdampak langsung maupun tidak langsung) atas bencana banjir besar Kota Bekasi kali ini dapat mengirimkan data ke surel lbhdampakbencana@gmail.com dengan disertai nama, alamat, nomor telepon, KTP Kota Bekasi kemudian rincian dan perkiraan jumlah kerugian dan foto-foto bukti kerugian serta waktu kejadian atau peristiwa sama.
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengakui bahwa Kota Bekasi hanya memiliki sistem peringatan dini (early warning system) banjir kiriman dari Bogor saja. Hal ini diduga menjadi penyebab lambatnya antisipasi banjir dan evakuasi warga saat hujan pada Rabu (01/01).
“(Sistem peringatan dini banjir) kita khusus (banjir kiriman) dari Bogor. Kalau hujan lokal sendiri, kita enggak (ada sistem peringatan dini banjir),” ujar Tri ditemui wartawan saat meninjau kondisi pascabanjir di Margahayu, Bekasi Timur, Rabu (08/01).
“Karena (banjir akibat hujan lokal) naiknya kan relatif lambat. Jadi memang hanya dilihat situasionalnya begitu. Kemarin kondisinya di luar kendali, tadi juga sudah disampaikan oleh warga, banjir biasanya semata kaki sekarang tahu-tahu sudah sedada, itu kan di luar prediksi,” tambah dia.
Tri menjelaskan, sistem peringatan dini banjir kiriman itu dipasang Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air di Jatiasih, tepatnya di Jembatan PU, berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Informasi ketinggian muka air di sana kemudian diteruskan ke pos pantau warga terdekat, yakni di Perumahan Pondok Gede Permai, Jatiasih.
Masalahnya, sistem peringatan dini banjir yang hanya fokus pada banjir kiriman dari Bogor membuat warga terlena saat hujan deras mengguyur Kota Bekasi waktu Tahun Baru 2020 lalu. Pasalnya, Rabu dini hari itu ketinggian muka air yang terpantau di sistem peringatan dini banjir di Jembatan PU masih belum mengkhawatirkan.
“Persoalannya adalah ketika itu, ketinggian air di sana masih mendekati normal, cuma di angka 600,” kata Tri. “Cuma kan waktu itu ditambah dengan intensitas hujan (lokal di Kota Bekasi). Tapi tetap informasi yang kita ambil hanya 600, jadi warga tahunya hanya 600 ketinggiannya,” beber politikus PDI-P tersebut.
Akibatnya, Kota Bekasi jadi wilayah paling parah terdampak banjir Jabodetabek, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Ratusan ribu orang mengungsi. Sembilan nyawa melayang. Sekitar 70 persen wilayah Kota Bekasi sempat terendam banjir.
Di samping itu, Perumahan Pondok Gede Permai dan beberapa perumahan di sekitarnya, seperti Kemang Ifi Jatiasih dan Kompleks Angkatan Laut jadi perumahan yang paling parah terendam banjir kombinasi curah hujan tinggi dan banjir kiriman dari Bogor yang tiba beberapa jam setelahnya.
Berbagai mobil warga hanyut oleh air banjir yang ketinggiannya disebut mencapai lebih dari 4 meter. Hingga saat ini, perumahan-perumahan tersebut belum sepenuhnya pulih dari lumpur dan sampah paska banjir. (*)









