Harian Sederhana, Bogor – Banyaknya siswa lulus sekolah tidak bisa mendapat Ijazah karena ditahan akibat masih memiliki tunggakan SPP ke pihak sekolah, para wakil rakyat meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor diminta untuk menerapkan APBD yang prorakyat.
Program itu yakni dengan menganggarkan untuk menebus ijazah siswa miskin yang ditahan pihak sekolah, baik negeri maupun swasta lantaran masih memiliki tunggakan.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Saeful Bakhri mengatakan bahwa di periode kedua Bima Arya seharusnya sudah mulai menerapkan program-program yang menyentuh langsung kepada warga.
Khususnya kata dia, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satunya adalah menyiapkan anggaran untuk penebusan ijazah bagi siswa miskin.
“Baru-baru ini saya mendapat pengaduan dari beberapa orangtua siswa di wilayah Bogor Utara, yang mengaku bahwa ijazah SMA anaknya ditahan sekolah karena masih menunggak bayaran. Ini harus ada intervensi pemerintah,” ujar Saeful, Senin (7/10).
Menurut dia, apabila APBD Kota Bogor tidak sanggup menganggarkan biaya penebusan ijazah, maka pemerintah bisa mensiasatinya dengan dana corporate social reaponsibility (CSR). .
“Dana CSR itu bisa dialihkan kesana, daripada untuk infrastuktur yang tidak terlalu penting. Tapi tentunya penganggaran dana untuk menebus ijazah harus sesuai mekanisme, jangan sampai menabrak aturan,” jelas Politisi PPP itu.
Lebih lanjut, kata Saeful, pemkot harus mengeluarkan regulasi soal penggunaan anggaran untuk menebus ijazah tersebut. Misalnya, siswa yang membutuhkan bantuan harus memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan telah diverifikasi oleh sekolah. Selain itu juga harus berdomisili di Kota Bogor.
“Ya, kami menilai bahwa anggaran untuk menebus ijazah lebih penting daripada program Sekolah Ibu. Sebab, dokumen itu sangat penting sebagai salah satu syarat melamar pekerjaan,” tegasnya.
Bahkan kata dia, itu juga sebagai salah satu upaya dalam menekan pengangguran dan meningkatkan roda perekonomian warga. “Dewan sendiri akan berupaya mendorong agar bisa dianggarkan,” ucapnya.
Ia menuturkan bahwa bantuan itu mesti diberikan dengan syarat dan kriteria yang lebih spesifik. “Dan itu bisa diatur dalam teknisnya di Opd terkait atau menggunakan Perwali,” kata Saeful.
Sementara itu, Anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan, Atty Somaddikarya mengatakan, pemerintah harus melakukan intervensi anggaran untuk menebus ijazah siswa warga Kota Bogor yang masih ditahan.
“Iya lah, khususnya di sekolah swasta. Sebab swasta kan membutuhkan biaya operasional yang besar, berbeda dengan negeri,” ucap sekteratis DPC PDIP Kota Bogor itu.
Atty menegaskan, pemerintah harus membuat perda atau perwali yang mengatur soal penebusan ijazah siswa miskin, agar ada payung hukum untuk mengatur hal itu.
“Masalah dana bisa diambil dari APBD atau CSR. Intinya dari mana saja itu harus dianggarkan dalam APBD. Ijazah adalah suatu hal yang penting, dan harus jadi perhatian utama pemerintah,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, permasalahan DSP sekolah negeri yang memberatkan MBR harus menjadi perhatian dinas. Jadi harus ada solusi, dinas terkait untuk tidak memaksakan. Masih bagus siswa mau berangkat dengan ongkos pas-pasan ke sekolah.
Ia menyatakan bahwa untuk ijazah yang ditahan di sekolah negeri, saat ini sudah ada krmudahan. Namun, bagi sekolah swasta sangat sulit, karena kita pahami sekolah swasta tidak mendapat perhatian maksimal dari APBD dalam program penebusan ijazah siswa miskin.
“Walaupun dasar program BSM dikucurkan dari APBD, penerima bukan siswa tapi masuk rekenning pemilik yayasan,” imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar pun mengeluarkan surat edaran bernomor 326/SEd/III/Cadisdik.Wil.II/2019 tertanggal 6 Februari 2019 yang menginstuksikan kepada Kepala SMA/SMK se-Cadisdik Wilayah II, yang berisikan larangan penahanan ijazah.
Atty menyatakan, atas dasar itu, iapun mengimbau agar warga segera melaporkan apabila terjadi kasus penahanan ijazah. “Kalau ada laporkan segera. Kami akan langsung koordinasi ke pemprov,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia menegaskan, penahanan ijazah terhadap siswa miskin sangat tidak manusiawi lantaran berimbas terhadap terkatung – katungnya dalam mencari pekerjaan.
“Bayangkan saja, ada ijazah yang ditahan selama tiga tahun. Imbasnya mereka tak bisa bekerja. Ironisnya orangtua mereka kebanyakan pekerja serabutan,” ucapnya.
Dia juga meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan Pemprov Jabar harus lebih memperhatikan sekolah dengan melakukan intervensi APBD. “Sebab, biar bagaimanapun sekolah swasta membutuhkan dana untuk berkembang,” pungkas Atty.(*)









