Harian Sederhana, Cikarang Pusat – Puluhan mahasiswa yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bekasi menggelar aksi damai di depan Kantor Bupati Bekasi, Selasa (17/12). Mereka menuntut Eka Supria Atmaja agar mundur dari posisi Bupati Bekasi.
Permintaan ini tentu bukan tanpa alasan. Eka dinilai bertanggungjawab atas dugaan mafia sepakbola di tubuh Persikasi Bekasi yang diduga melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Massa juga menuntut oknum ASN Pemkab Bekasi yang diduga terlibat dalam pengaturan skor atau match fixing dalam laga Persikasi Vs Perses Sumedang yang terjadi bulan lalu harus segera ditindaklanjuti.
“Kami mengharapkan Pemkab Bekasi good and clean governance yang harus bersih dari praktek korupsi. Slogan Bekasi Baru, Bekasi Bersih jangan cuma slogan saja,” tutur Ketua Umum HMI Bekasi, Mustofa Kemal disela-sela aksi demo.
Sementara itu, Usman selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dari aksi tersebut mengatakan, Eka sebagai Ketua Umum Persikasi Bekasi harusnya merasa malu dan mengundurkan diri lantaran organisasi yang dipimpinnya terbukti melakukan tindakan kecurangan melalui pengaturan skor dalam pertandingan Liga 3.
Yang mana Persikasi diduga menang curang dengan skor 3-2 melawan Perses Sumedang pada 26 November 2019 lalu. Bukan itu saja, Satgas Anti Mafia Bola pun mengamankan sejumlah orang yang diduga terlibat pengaturan skor pada laga itu.
“Ini jelas mencederai hati rakyat Bekasi, terutama dunia persepakbolaan. Ini bukti Kabupaten Bekasi tidak berubah dari korupsi, ketidakjujuran dan tidak adanya sportifitas, justru ini memberikan contoh yang tidak baik buat generasi muda,” kata Usman selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dari aksi tersebut.
Karenanya, Usman menegaskan, masyarakat menolak prestasi Persikasi dari hasil kecurangan dan memilih kalah terhormat daripada menang tapi hasil rekayasa. Sebab, dalam dunia sepakbola tidak hanya sekedar mengejar prestasi tapi juga menjunjung sportifitas dan kejujuran.
“Kami minta Eka mundur dari posisi Ketum Persikasi dan Bupati karena raportnya merah yang gagal mewujudkan Bekasi Baru, Bekasi Bersih,” tegas Usman.
Usman menjelaskan, ada lima tuntutan yang dibawa dalam aksi kali ini. Pertama, HMI Bekasi meminta kepada pihak-pihak terkait mengusut tuntas kasus mafia bola yang melibatkan ASN di lingkungan Pemkab Bekasi.
“Kedua, HMI meminta Kapolres Kabupaten Bekasi untuk membantu proses hukum Eka Supria Atmaja lantaran diduga terlibat dalam pengaturan skor pada laga Persikasi Vs Perses Sumedang,” kata Usman.
“Kami juga mendesak Bapak Kapolres untuk mengungkap oknum pejabat ASN di Dinas Lingkungan Hidup yang sudah menjadi DPO, copot Ketum Persikasi karena tidak mampu membawa Persikasi profesional, dan permintaan kami yang terakhir adalah tegakkan hukum di Kabupaten Bekasi,” tandas Usman.
Seperti diketahui, Satgas Anti Mafia Bola meringkus enam orang yang diduga terlibat tindak pidana pengaturan skor pada pertandingan Liga 3 antara Perses Sumedang melawan Persikasi Bekasi, beberapa waktu lalu.
Pertandingan tersebut digelar di Stadion Ahmad Yani, Sumedang, Jawa Barat, Rabu (6/11) lalu. Dalam pertandingan itu, Persikasi berhasil menang dengan skor akhir 3-2 atas Perses.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono mengatakan penangkapan itu dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat.
“Pada hari Senin 25 November 2019 Satgas Anti Mafia Bola telah berhasil mengungkap dan menangkap pelaku tindak pidana suap atau match fixing pertandingan sepak bola Liga 3 antara Perses vs Persikasi,” kata Argo dalam keterangannya, Selasa (26/11).
Argo menuturkan dari hasil penyelidikan yang dilakukan, diduga terjadi penyuapan dari pengurus klub sepak bola Persikasi terhadap perangkat pertandingan. “Memberikan sejumlah uang ke perangkat wasit pertandingan antara Perses vs Persikasi dalam rangka untuk memenangkan klub Persikasi,” ujar Argo.
Disampaikan Argo, saat ini keenam orang tersebut telah ditahan. Enam orang tersebut yakni DSP yang merupakan wasit utama, BTR dan HR selaku bagian dari manajemen Persikasi.
Terduga pelaku lain yang juga ditangkap adalah MR selaku perantara, SHB selaku manajer tim Persikasi, serta DS selaku komisi penugasan wasit Asosiasi Provonsi PSSI Jawa Barat. “[Mereka] ditangkap dan ditahan,” ucap Argo.
Keenam orang tersebut diduga melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dan atau Pasal 55 KUHP.
Indonesia Butuh Densus Anti Match Fixing
Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mengatakan, pengaturan skor adalah penyakit akut di sepakbola Indonesia. Ia bahkan menyebut kejahatan tersebut setara dengan korupsi.
“Di Liga 3 maupun Liga 2 lebih cenderung match setting yaitu mensetting hasil laga. Ada juga match acting dimana para pemain hanya formalitas tampil di lapangan dengan hasil sudah disepakati. Sementara match fixing melibatkan bandar judi,” tuturnya seperti rilis yang diterima Harian Sederhana, Rabu (27/11).
Terkait hal tersebut, dirinya berharap Satgas Anti Mafia Bola tidak hanya mengawasi Liga 3, potensi di Liga 2 dan Liga 1 sangat besar. Satgas harus lebih proaktif terhadap laga aneh. “Kita berharap satgas lebih pro aktif dalam mengawasi pertandingan aneh, baik itu di Liga 3, Liga 2, maupun Liga 1,” kata Akmal.
Ia mengatakan, Indonesia dinilai membutuhkan unit tetap dalam menangani match fixing. Akmal pun memberikan contoh, di negara bagian Victoria, Kepolisian Australia memiliki unit Sport Integrity Intelligence Unit, kemudian La Liga Spanyol punya badan khusus dari kepolisian dengan nama Operasi Oikos untuk mengawal kompetisi dari tangan jahat mafia.
“Korsel punya sentra pelaporan di bawah Kementerian Olah Raga bernama the Sports Corruption Reporting Center. Austria melalui Kementerian Olah Raga, mendirikan the Play Fair Code. FIFA punya Anti-Corruption Training Wing di kompleks Interpol di Singapura. Karenanya Indonesia pun membutuhkan unit serupa yakni Densus Anti Match Fixing,” tandasnya. (*)









